BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Koran-koran Denmark mencetak kembali salah satu karikatur Nabi Muhammad
yang menyulut tindak kekerasan di dunia Muslim. Mereka mengatakan, mereka ingin
menunjukkan komitmen mereka terhadap kebebasan berbicara setelah dugaan
komplotan untuk membunuh salah seorang kartunis yang membuat karikatur Nabi
Muhammad. Tiga tersangka ditahan di Denmark hari Selasa "untuk mencegah pembunuhan terkait dengan terorisme,"
kata para pejabat.
Kartun Nabi itu semula diterbitkan oleh Jyllands-Posten
pada bulan September 2005. Kedutaan-kedutaan besar Denmark di sejumlah negara
diserang dan puluhan orang meninggal dunia dalam berbagai aksi kerusuhan
menyusul penerbitan kartun tersebut.
Sebagai negara Muslim terbesar, RI sangat berkeberatan dengan karikatur
yang menggambarkan Nabi Muhamad sebagai gembong teroris yang ditampilkan media
cetak di Eropa. Pemerintah pun telah melayangkan protes kerasnya. "Tentu sebagai umat Islam kita
keberatan, dan saya sudah nyatakan itu pada Pemerintah Denmark melalui
kedutaannya bahwa kita keberatan seperti itu," kata Wapres Jusuf Kalla
di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2006).
Atas keberatan RI, Dubes Denmark menjelaskan bahwa negaranya juga menganut
sistem pers bebas seperti halnya Indonesia. Pemerintah Denmark sama sekali
tidak bisa bertanggung jawab secara langsung atas apa saja yang ditanyangkan
oleh media massa cetak dan elektronik yang terbit di sana.
DPR ikut gerah dengan pemuatan gambar karikatur Nabi Muhammad yang
menyinggung umat Islam. Wakil Ketua DPR Zaenal Ma'arif meminta pemerintah
memutuskan hubungan sementara dengan Denmark. "Untuk sementara pemerintah harus bersikap tegas pada Denmark.
Kalau tidak, kita tidak akan dianggap terus," kata Zaenal kepada
wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (3/2/2006). Protes keras yang
berupa pemutusan hubungan harus dilakukan karena warga Indonesia mayoritas
muslim. Zaenal minta negara-negara barat terutama Denmark menghargai keyakinan
umat Islam. "Meskipun penerbitan itu
didasarkan pada kebebasan berekspresi, Barat harus menghormati umat
Islam," kata Zaenal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Sejarah dan motif pembuatan
karikatur
2. Hukum karikatur dalam Islam
3. Doktrin agama tentang menggambar
sesuatu yang menyerupai makhluk hidup
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan motif pembuatan karikatur
Karikatur
adalah gambar
yang menampilkan kembali suatu objek konkret dengan cara melebih-lebihkan ciri
khas objek tersebut. Kata karikatur berasal dari kata Italia
caricare yang berarti memberi muatan atau melebih-lebihkan. Karikatur
selalu digambarkan untuk menimbulkan kelucuan, walaupun kadang kala agak sinis.
Karikatur dapat juga digunakan untuk menonjolkan watak orang yang
digambarkannya. Golongan yang sering menjadi objek karikatur adalah orang-orang
terkenal seperti politisi dan artis. Orang yang membuat karikatur disebut sebagai karikaturis.
Karikatur
dibedakan dari kartun
karena karikatur tidak membentuk cerita sebagaimana kartun. Namun demikian,
kartun dapat mengandung karikatur, misalnya dalam kartun editorial. Karikatur
dalam kartun semacam itu hanya merupakan elemen yang digunakan untuk
memperjelas pesan yang disampaikan.
Walaupun gambar satire—seperti gambar hewan yang bertingkah laku seperti
manusia—sudah ditemukan setidaknya sejak zaman Mesir Kuno,
popularitas seni karikatur berasal dari Italia abad Renaisans. Pada
mulanya, karikatur dibuat sebagai lelucon iseng oleh para seniman di studio,
seperti Leonardo da Vinci dan Carracci bersaudara—Agostino dan Annibale serta Lodovico sepupu mereka, untuk menghibur
dirinya sendiri atau kawan-kawannya dengan menggambar patron ataupun subjek lukisannya secara
berlebihan. Carracci bersaudara diyakini sebagai seniman-seniman pertama yang
terkenal akan karikatur mereka, dan
Annibale diyakini sebagai orang pertama yang menggunakan istilah ritrattini
carichi (potret yang dilebih-lebihkan). Selanjutnya, Pier Leone Ghezzi menekuni seni ini dan membangun
kariernya dengan lebih dari 2.000 karya karikatur orang kebanyakan maupun tokoh
terkenal. Karikatur-karikatur tersebut tidak dipublikasikan ataupun
disebarluaskan, namun menjadi hiburan di kalangan elite. Setelah menyebar di
Italia pada abad ke-16, karikatur sebagai langgam visual baru menyebar ke pers popular Eropa lebih dari seabad kemudian.
Seusai Perang Dunia I, popularitas karikatur berkembang secara dramatis di
Amerika Serikat seiring dengan perkembangan film, fotografi, dan majalah yang
membuat wajah para pesohor dari bintang film sampai atlet dan politisi dengan
mudah dikenali oleh umum. Karikatur teatrikal menjadi genre tersendiri dalam seni
populer masa tersebut, dimulai oleh Al Frueh yang menerbitkan Stage Folk,
kumpulan karikaturnya yang bergaya Art Deco, pada tahun
1922. Pada tahun yang sama, Ralph Barton juga terkenal sebagai karikaturis
teatrikal setelah menghiasi tirai teater pada salah satu pertunjukan di Broadway dengan 139
karikatur bintang teater, kritikus drama, dan orang-orang ternama dari
masyarakat kelas atas New York. Miguel Covarrubias, yang berasal dari Meksiko, menyusul dengan karyanya
di berbagai surat kabar dan majalah serta buku kumpulan karikatur pertamanya
yang terbit pada tahun 1925, The Prince of Wales and Other Famous Americans.
Alex Gard yang berimigrasi dari Rusia juga mengkhususkan diri menggambar
tokoh-tokoh teater, terutama lebih dari 700 karyanya yang terpampang di dinding
restoran "Sardi's" di New York yang digambar dengan imbalan makan
gratis di restoran tersebut sejak tahun 1927 hingga kematiannya tahun 1948.
Namun demikian, Al Hirschfeld adalah seniman yang dianggap
sebagai tetua semua karikaturis teatrikal.
Karikatur teatrikal Hirschfeld mulai
dimuat di sejumlah surat kabar di New York setelah karikatur aktor Prancis Sacha Guitry karyanya, yang semula ia gambar
pada salah satu pertunjukan teater Guitry dan membuat seorang wartawan terkesan
hingga menyarankan Hirschfeld untuk menjualnya, dimuat di halaman depan surat
kabar New York Herald Tribune pada tahun
1926. Akan
tetapi, gaya khas karikatur kaligrafis linear Hirschfeld baru berkembang
setelah ia mengunjungi Bali pada tahun
1932 atas undangan Covarrubias. Ia mengaku terkesan dengan wayang kulit Jawa dan dipengaruhi oleh gaya seniman ukiyo-e Jepang seperti Harunobu, Utamaro, dan Hokusai, maupun
oleh Covarrubias. Sepanjang
kariernya, ia membuat karikatur hampir semua tokoh penting teater Amerika
Serikat, dan orang
yang sudah dibuat karikaturnya oleh Hirschfeld menjadi dianggap tokoh sukses.
Karyanya tampil pada hampir semua terbitan ternama selama sembilan dekade,
termasuk hampir tujuh puluh lima tahun pada harian The New York Times, serta banyak poster, buku, dan
sampul rekaman, hingga kematiannya pada tahun 2003.
B. Doktrin agama tentang menggambar
sesuatu yang menyerupai makhluk hidup
Pada
dasarnya para ‘ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk bernyawa adalah
haram. Banyak riwayat yang menuturkan tentang larangan menggambar makhluk
bernyawa, baik binatang maupun manusia. Sedangkan hukum menggambar makhluk yang
tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan adalah mubah.
Berikut
ini akan kami ketengahkan riwayat-riwayat yang melarang kaum muslim menggambar
makhluk bernyawa.
Dengan
mendasarkan pada sabda Rasulullah saw:
ﻻ ﺗﺩ ﺧﻝ ﺍﻟﻤﻼ ﯨﻜﺔ ﺑﻴﺘﺎ ﻓﻴﻪ ﺻﻭﺭﺓ ﻭﻻ
ﻛﻠﺏ ﻭﻻ ﺟﻨﺏ
“Malaikat tidak akan masuk rumah yang di
dalamnya terdapat gambar, anjing, atau terdapat orang junub.”
Lebih
keras lagi, Nabi mengutuk perbuatan tashaawir,
sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
ﺇ ﻥ ﺍ ﺷﺩ ﺍﻠﻨﺎﺱ ﻋﺫ ﺍﺑﺎ ﻋﻨﺩ ﺍﷲ ﻳﻭ ﻡ
ﺍﻠﻘﻴﺎ ﻣﺔ ﺍﻠﻤﺼﻭ ﺭﻭﻥ
“Sesungguhnya yang paling pedih disiksa Allah SWT besok di akhirat
adalah mereka yang suka menggambar.”[1](HR.
Al-Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)
Dari
Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda,
ﻣﻦ ﺻﻮﺭﺻﻮﺭﺓ ﻋﺬ ﺏ
ﻓﻴﻪ ﺣﺘﻲ ﻳﻨﻔﺦ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻨﺎ ﻓﺦ ﻣﻨﻬﺎ
“Barangsiapa
membuat gambar,ia akan disiksa sampai ia bisa meniupkan ruh (menghidupkan) gambar
tadi. Padahal, ia jelas-jelas tidak bisa menghidupkannya.’” [HR.
Bukhari].
Rasulullah
Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya
pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang
bernyawa.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab
Tashwiir).
Diriwayatkan
oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki datang kepada Ibnu
‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan
aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah
kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu
‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya.
Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut
dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku
pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan
dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa,
lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas
berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon
dan apa yang tidak bernyawa.” [HR. Muslim].
Dari
‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau
berkata, ‘Siapakah diantara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah
ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun
kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia
melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’
‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat,
kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan
satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku
ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah
bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini,
maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw.’”
[HR. Ahmad dengan isnad hasan].
Jika
gambarnya hanya berupa sebagian tubuh. Ini juga terbagi dua:
1.
Yang tidak ada adalah kepalanya. Hukumnya adalah boleh karena dia tidak lagi
dianggap gambar makhluk bernyawa. Ini adalah pendapat seluruh ulama kecuali
Al-Qurthubi dari mazhab Al-Maliki dan Al-Mutawalli dari mazhab Asy-Syafi’i, dan
keduanya terbantahkan dengan ijma’ ulama yang sudah ada sebelum keduanya.
2.
Yang tidak ada adalah selain kepalanya, dan ini juga ada dua bentuk:
a) Jika yang tidak ada itu tidaklah membuat
manusia mati, misalnya gambarnya seluruh tubuh kecuali kedua tangan dan kaki.
Karena manusia yang tidak mempunyai tangan dan kaki tetap masih bisa hidup.
Hukum bentuk seperti ini sama seperti hukum gambar satu tubuh penuh yaitu tetap
dilarang.
b) Jika yang tidak ada itu membuat manusia mati,
misalnya gambar setengah badan. Karena manusia yang terbelah hingga dadanya
tidak akan bisa bertahan hidup. Maka gambar seperti ini boleh karena diikutkan
hukumnya kepada gambar makhluk yang tidak bernyawa. Ini merupakan mazhab Imam
Empat.
Yang
2 dimensi. Yang dua dimensi terbagi lagi menjadi 2:
Pertama: Yang dibuat
dengan tangan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung seperti
menggambar melalui komputer tapi tetap dengan tangan (misalnya dengan memegang
mouse) . Ini terbagi juga menjadi dua:
1. Gambarnya tidak bergerak, maka ini juga ada
dua bentuk:
• Gambar satu tubuh penuh. Ada dua pendapat
besar di kalangan ulama mengenai hukumnya:
a. Haram secara mutlak. Ini adalah riwayat yang
paling shahih dari Imam Ahmad, salah satu dari dua sisi dalam mazhab Abu
Hanifah, dan sisi yang paling shahih dalam mazhab Asy-Syafi’i.
b. Haram kecuali yang dibuat untuk direndahkan
dan dihinakan atau yang dijadikan mainan anak. Ini adalah sisi yang lain dalam
mazhab Hanabilah dan Asy-Syafi’iyah, sisi yang paling shahih dalam mazhab Abu
Hanifah, dan yang baku dalam mazhab Malik.
Sedangkan
proses mendapatkan gambar-gambar yang diperoleh dari proses bukan “menggambar”,
misalnya dengan cara sablon, cetak, maupun fotografi, printing dan lain
sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan. Sebab, fakta “menggambar
dengan tangan secara langsung” dengan media tangan, kuas, mouse dan
sebagainya (aktivitas yang haram), berbeda dengan fakta mencetak maupun
fotografi. Oleh karena itu, mencetak maupun fotografi bukan tashwir,
sehingga tidak berlaku hukum tashwir. Atas dasar itu stiker bergambar
manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun printing tidak terkena larangan
hadits-hadits di atas.
Jika
gambar dengan tangan ini bergerak, atau yang kita kenal dengan kartun. Yaitu
dimana seseorang menggambar beberapa gambar yang hampir mirip, lalu gambar-gambar
ini ditampilkan secara cepat sehingga seakan-akan dia bergerak. Hukumnya sama
seperti gambar yang tidak bergerak di atas, karena hakikatnya dia tidak
bergerak akan tetapi dia hanya seakan-akan bergerak di mata orang yang
melihatnya.
Kedua:
Yang dibuat dengan alat, baik gambarnya tidak bergerak seperti foto maupun
bergerak seperti yang ada di televisi.
Ini termasuk masalah kontemporer karena yang seperti ini belum ada bentuknya di zaman para ulama salaf. Gambar dengan kamera dan semacamnya ini baru muncul pada tahun 1839 M yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang berkebangsaan Inggris yang bernama William Henry Fox.
Ini termasuk masalah kontemporer karena yang seperti ini belum ada bentuknya di zaman para ulama salaf. Gambar dengan kamera dan semacamnya ini baru muncul pada tahun 1839 M yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang berkebangsaan Inggris yang bernama William Henry Fox.
Ada
dua pendapat di kalangan ulama belakangan berkenaan dengan hal ini:
Pendapat pertama:
Diharamkan kecuali yang dibutuhkan dalam keadaan terpaksa, seperti foto pada
KTP, SIM, Paspor, dan semacamnya. Ini adalah pendapat masyaikh: Muhammad bin
Ibrahim, Abdul Aziz bin Baaz, Abdurrazzaq Afifi, Al-Albani, Muqbil bin Hady,
Ahmad An-Najmi, Rabi’ bin Hadi, Saleh Al-Fauzan, dan selainnya rahimahumullah.
Para ulama ini berdalil dengan 5 dalil akan tetapi semuanya tidak jelas
menunjukkan haramnya gambar dengan alat ini.
Pendapat kedua:
Boleh karena yang dibuat dengan alat bukanlah merupakan gambar hakiki,
karenanya dia tidak termasuk ke dalam dalil-dalil yang mengharamkan gambar. Ini
adalah pendapat masyaikh: Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin, Abdul Aziz bin
Abdillah Alu Asy-Syaikh, Abdul Muhsin Al-Abbad, dan selainnya rahimahumullah.
Para ulama ini berdalil dengan 3 dalil akan tetapi hakikatnya hanya kembali
kepada 1 dalil yaitu bahwa gambar dengan alat bukanlah gambar hakiki.
Gambar Untuk
Anak Kecil
Adapun
menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya adalah
mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan
mainan anak-anak.
Diriwayatkan
dari ‘Aisyah, dia berkata,
كُنْتُ
أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ
فَيَلْعَبْنَ مَعِي
“Aku pernah
bermain dengan (boneka) anak-anak perempuan di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan aku mempunyai teman-teman yang biasa bermain denganku. Apabila Rasulullah
shallaallahu’alaihi wa sallam masuk, mereka bersembunyi dari beliau. Sehingga
beliau memanggil mereka supaya bermain bersamaku.” (HR. Al-Bukhari no.
5665 dan Muslim no. 4470)
Dari
‘Aisyah dituturkan bahwa, Rasulullah Saw datang kepadanya sepulang beliau dari
perang Tabuk atau Khaibar, sedangkan di rak ‘Aisyah terdapat tirai. Lalu
bertiuplah angin yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah mainan boneka
anak-anakannya ‘Aisyah. Beliau berkata, “Apa ini wahai ‘Aisyah?”
‘Aisyah menjawab, “Ini adalah anak-anakanku” Beliau melihat diantara
anak-anakanku itu sebuah kuda-kudaan kayu yang mempunyai dua sayap. Beliau
berkata, “Apakah ini yang aku lihat ada di tengah-tengahnya?” ‘Aisyah
menjawab, “Kuda-kudaan.” Beliau bertanya, “Apa yang ada pada
kuda-kuda ini?” ‘Airyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau berkata, “Kuda
mempunyai dua sayap?” ‘Aisyah berkata, “Tidakkah engkau mendengar
bahwa Sulaiman mempunyai kuda yang bersayap banyak?” ‘Aisyah berkata, “Maka
tertawalah Rasulullah Saw sampai kelihatan gigi-gigi taring beliau.” [HR.
Abu Dawud dan Nasa’i].
Riwayat-riwayat
ini menyatakan dengan jelas, bahwa boneka baik yang terbuat dari kayu maupun
benda-benda yang lain boleh diperuntukkan untuk anak-anak. Dari sini kita bisa
memahami bahwa membuat boneka manusia, maupun binatang yang diperuntukkan bagi
anak-anak bukanlah sesuatu yang terlarang. Demikian juga membuat gambar yang
diperuntukkan bagi anak-anak juga bukan sesuatu yang diharamkan oleh syara’. Ibnu
Hazm berkata, “Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan
gambar dan tidak dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak
dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar
untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (lihat Sayyid
Sabiq, Fiqh Sunnah). Wallahu A’lam bi al-Shawab.[2]
Perbedaan
pendapat mengenai mainan anak 3 dimensi yang dinukil dari para ulama salaf
hanya berkenaan dengan mainan yang dibuat dari benang wol, kain, dan
semacamnya. Adapun mainan yang terbuat dari plastik -seperti pada zaman ini-,
maka para ulama belakangan juga berbeda pendapat tentangnya:
1. Diharamkan. Yang dikenal berpendapat dengan
pendapat ini adalah Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah.
2.
Boleh, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama di zaman ini, dan inilah
insya Allah pendapat yang lebih tepat.
Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Juhaifah yang mengatakan,
لَعَنَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَ لَعَنَ مُصَوِّرَ
“Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa Sallam melaknat orang yang memakan riba, yang
memberi makan (nafkah) dari hasil riba, dan orang
yang suka melukis.” (HR. Bukhari).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda,
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ
المُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya
manusia yang siksanya sangat dahsyat pada hari kiamat adalah para pelukis.”
(HR. Bukhari, Muslim).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ أَصْحَبَ هَذِهِ الصُّوَارِ يُعَذِّبُونَ يَوْمَ
القِيَامَةِ وَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya
yang menggambar lukisan ini kelak akan diadzab pada hari kiamat dan dikatakan
kepadanya: “Hidupkanlah gambar-gambar yang telah engkau ciptakan ini.” (HR.
Bukhari).
Di samping hadits-hadits tersebut, masih banyak hadits yang lain yang
menunjukkan tentang haramnya menggambar. Dalam hal gambar ini tidak ada
perkecualian (semua bentuk gambar haram), kecuali dalam keadaan darurat. Hal
ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَّاحَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلاَّ
مَااضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Padahal
sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang kamu terpaksa memakannya.” (QS. al-An’am: 119).
Mereka
berdalil dengan hadits Aisyah radhiallahu anha berkata: Rasulullah masuk ke
rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya
terdapat gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah
(marah) lalu menarik menarik tirai tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا
يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Sesungguhnya
manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang
menyerupai penciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 5525
dan ini adalah lafazhnya)
Dalam riwayat
Muslim:
أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ
“Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka
Rasulullah masuk lalu mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya memotong tirai
tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”
Maka
hadits ini dan yang semisalnya menunjukkan bahwa selama gambar tersebut tidak
dipasang dan tidak juga digantung maka dia sudah dikatakan ‘mumtahanah’
(direndahkan/dihinakan).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gambar yang dilarang dalam hukum Islam adalah gambar yang menyerupai makhluk
hidup ciptaan Allah, seperti: manusia, binatang, dalam bentuk gambar ataupun
patung.
Dalam hukum Islam, boleh menggambar, seperti:
1. Yang
tumbuh seperti tanaman.
2. Benda mati. Yang ini terbagi:
a) Yang
bisa dibuat oleh manusia.
b) Yang
hanya bisa dicipta oleh Allah seperti matahari
Hukum gambar yang tidak mempunyai roh
dengan semua bentuknya di atas adalah boleh berdasarkan dalil-dalil yang telah
kami sebutkan di sini. Karenanya para ulama sepakat akan bolehnya menggambar
makhluk yang tidak bernyawa.
B. Saran-saran
Saya mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
agar Dia menolong kaum muslimin untuk berpegang teguh dengan syariat-Nya dan
mengikuti sunnah Nabi-Nya, serta menjauhi segala sesuatu yang bertentangan
dengannya. Sesungguhnya Dia adalah Dzat yang paling pantas untuk diminta.
No comments:
Post a Comment