BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan perpustakaan tidak dapat dipisahkan di
sejarah manusia karena perpustakaan merupakan produk manusia. Dalam sejarahnya,
manusia mula-mula tidak menetap sebagai
mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain. Kehidupan seperti ini
sering disebut kehidupan nomaden.
Manusia mencari makan dari alam sekitarnya, sedangkan untuk keperluan ternaknya
ia mencari sumber air serta rumput. Manusia mulai berusaha menggarap lahan yang
ada disekitarnya, untuk keperluan daging manusia memburu binatang yang ada
disekitarnya. Kehidupan berburu ini tidak beranjak jauh dari kehidupan nomaden.
Dalam pengembarannya serta dari kehidupan
bertaninya, manusia memperoleh pengalaman bahwa bila dia member tanda pada
sebuah batu, pohon, papan, lempengan serta benda lainnya, ternyata manusia
dapat menyampaikan berita ke manusia lainnya. Pesan ini dipahatkan pada batu
atau pohon atau benda lainnya. Selama itu manusia berhubungan dengan manusia
lain melalui bahasa lisan maupun bahasa isyarat. Setelah menggunakan berbagai
tanda yang dipahatkan pada pohon ataupun batu ataupun benda lainnya, manusia
mulai berkomunikasi dengan kelompok lain melalui bahasa tulisan.
Adanya tulisan tersebut dapat membantu daya ingat
manusia daya ingat manusia kini manusia dapat melihat “catatannya” pada pohon,
batu, dan lempengan. Pesan dalam berbagai pahatan itu dapat diteruskan ke
generasi berikutnya. Bila kegiatan memberi tanda pada berbagai benda itu
dilakukan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya maupun dari suku satu
ke suku lainnya maka banyak dugaan bahwa perpustakaan dalam bentuknya yang
sangat sederhana sudah mulai dikenal ketika manusia mulai melakukan kegiatan
penulisan pada berbagai benda. Benda itu dapat diteruskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya ataupun dapat dibaca oleh suku lain.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah sejarah dan
perkembangan perpustakaan itu, baik sejarah perpustakaan di Indonesia maupun
sejarah perpustakaan di dunia?
2.
Apakah pengertian dari
perpustakaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH PERPUSTAKAAN
Berdasarkan bukti arkeologis diketahui bahwa
perpustakaan pada awal mulanya tidak
lain berupa kumpulan catatan transaksi niaga. Dengan kata lain, perpustakaan purba tidak lain merupakan
sebuah kemudahan untuk menyimpan catatan
niaga. Karena kegiatan perpustakaan purba tidak lain menyimpan kegiatan niaga
maka ada kemungkinan bahwa perpustakaan dan arsip semula bersumber pada
kegiatan yang sama untuk kemudian terpisah.
Dari kegiatan itu, ternyata bahwa sejak semula
salah satu kegiatan perpustakaan ialah menyimpan produk tulisan masyarakat
sekaligus juga perpustakaan merupakan produk masyarakat karena tak ada perpustakaan
tanpa ada masyarakat.
1.
Sebelum Masehi
Disebutkan diatas bahwa manusia berusaha mencatat
kegiatannya dengan cara memahatkannya pada kayu, batu, dan lempengan. Lambat
laun catatan itu dianggap kurang praktis karena sulit digunakan dan sukar
disimpan. Karena catatan pada batu atau lempengan tanah liat itu dianggap
kurang praktis, manusia berusaha menemukan alat tulis yang lebih baik daripada
alat tulis periode sebelumnya.
Pada sekitar tahun 2500 sebelum Masehi, orang Mesir
mendapatkan sebuah temuan sederhana tapi memiliki pengaruh besar bagi peradaban
manusia, yaitu penemuan bahan tulis berupa papyrus yang dibuat dari sejenis
rumput yang tumbuh di sepanjang sungai Nil. Rumput tersebut dihaluskan dengan
cara ditumbuk lalu diratakan, kemudian dikeringkan dan digunakan untuk menulis
dengan menggunakan pahatan dan tinta. Dari kata
papyrus itu berkembanglah istilah paper, papiere, papiros yang berarti
kertas. Penemuan kertas dari rumput
papyrus ini dianggap penting bagi manusia karena serat selulosenya merupakan
landasan kimiawi bagi pembuatan kertas zaman modern.
2.
Sesudah Masehi
Hingga sekitar tahun 700-an Masehi, papyrus masih
digunakan sebagai bahan tulis, kemudian mulai digunakan bahan lain seperti
kulit binatang. Sekitar abad pertama Masehi, sejenis bahan yang mirip dengan
kertas yang kita gunakan saat ini telah ditemukan di Cina. Namun karena
pengetatan yang dilakukan penguasa Cina terhadap semua benda yang keluar masuk
dari Cina maka penemuan kertas itu tidak dikenal di Eropa hingga tahun 1150-an.
Sebelum itu, Eropa menggunakan kulit binatang sebagai bahan tulis, misalnya
mereka membuat alat tulis dari kulit kambing, domba, biri-biri, sapi, dan
binatang lain yang disebut parchmen. Parchmen sebenarnya berasal dari kata
“pergamuan” sebuah kota kecil di Asia Kecil tempat parchmen pertama kali
digunakan. Parchmen digunakan untuk bahan tulis sebelum kertas ditemukan. Bahan
tulis lain disebut vellum, tersebut dari kulit sapi atau kambing, digunakan
untuk menulis dan menjilid buku.
Karena Eropa Barat baru mengenal kertas pada abad
ke-12, sedangkan mesin cetak baru dikenal pada abad ke-15 maka pengembangan
perpustakaan berjalan lambat. Ketika kertas sudah dikenal, sedangkan teknik
pencetakan masih primitive, di Eropa Barat dikenal sejenis terbitan bernama incunabula yang berarti buku yang dicetak
dengan menggunakan teknik bergerak (movable type) sebelum tahun 1501.
Pengaruhnya bagi perpustakaan adalah perpustakaan terutama di Eropa hanya
menyimpan naskah tulisan tangan lazim yang disebut “manuskrip”. Makrip ini
umumnya berbentuk gulungan, disebut scroll.
Di Eropa Barat sekitar tahun 1440 tatkala Johann
Gutenberg dari kota Mainz, Jerman mencetak buku dengan tipe cetak gerak. Setiap
aksara dilebur ke dalam logam, kemudian dipindah ke dasar mesin pres lalu
diberi tinta. Kemudian
ditaruh kertas di atasnya lalu digulung dengan lempeng pemberat. Sejak penemuan
Gutenberg ini (sebenarnya penemuan untujk kawasan Eropa) pembuatan manuskrip
yang semula ditulis tangan, kini dapat digandakan dengan mesin cetak. Karena
teknik pencetakan yang masih sederhana ini maka hasilnya pun masih sederhana
dibandingkan dengan buku cetakan masa kini. Buku yang diterbitkan semasa ini
hingga abad ke-16 dikenal dengan nama incunabula.
Mesin cetak penemuan Gutenberg kemudian
dikembangkan lagi sehingga mulai abad ke-16 pencetakan buku dalam waktu singkat
mampu menghasilkan ratusan eksemplar. Hasilnya bagi perpustakaan ialah
terjadinya revolusi perpustakaan artinya dalam waktu singkat perpustakaan diisi
dengan buku cetak. Revolusi
yang mirip sama terjadi hampir 400 tahun kemudian ketika buku mulai digantikan
bentuk elektronik. Dari Jerman, mesin
cetak kemudian tersebar keseluruh Eropa, kemudian dibawa lagi ke Asia tempat
asal usul mesin cetak.
Mesin cetak yang diasosiasikan dengan buku menimbulkan dampak sosial
yang besar. Misalnya, bila sebuah negara berada di bawah kekuasaan yang
mutlak, berbagai pengarang menulis buku
dengan tujuan menentang tirani. Hal ini sering berakhir dengan pelarangan buku
yang menentang kekuasaan, alasan lain menulis buku ialah untuk mata
pencaharian. Banyak orang hidup hanya dari menulis buku saja. Misalnya,
para sastrawan dan penulis novel. Alasan lain menulis buku
ialah melakukan komunikasi formal antara penulis dengan pembacanya.
B.
Perkembangan Perpustakaan Klasik
1.
Sumeria dan Babylona
Perpustakaan sudah dikenal sejak 3000 tahun yang
lalu. Penggalian di bekas kerajaan Sumeria menunjukkan bahwa bangsa Sumeria
sekitar 3000 tahun SM telah menyalin rekening, jadwal kegiatan, pengetahuan
yang mereka peroleh dalam bentuk lempeng tanah liat (clay tables). Tulisan yang
digunakan masih berupa gambar (pictograph), kemudian ke aksara Sumeria.
Kebudayaan Sumeria termasuk kepercayaan, praktik keagamaan dan tulisan Sumeria
kemudian diserap oleh Babylonia yang menaklukkannya. Tulisan Sumeria kemudian
diubah menjadi tulisan paku (cunciform) karena mirip paku. Semasa pemerintahan
Raja Ashurbanipal dari Assyria (sekitar tahun 668-626 SM) didirikan
perpustakaan kerajaan di ibukota Nineveh, berisi puluhan ribu lempeng tanah
liat yang dikumpulkan dari segala
penjuru kerajaan (Sulistyo Basuki:1991). Untuk mencatat koleksi digunakan
system subjek serta tanda pengenal pada tempat penyimpanan. Banyak dugaan bahwa
perpustakaan ini terbuka bagi kawula kerajaan.
2. Mesir
Pada masa yang hamper bersamaan,
peradaban Mesir Kuno pun mengalami perkembangan. Teks tertulis di perpustakaan
Mesir berasal dari sekitar tahun 4000 SM, namun gaya tulisannya berbeda dengan
tulisan Sumeria. Orang Mesir menggunakan tulisan yang disebut hieroglyph. Tujuan hieroglyph
ialah memahatkan pesan terakhir dimonumen untuk mengagungkan raja.
Sementara tulisan yang ada di tembok dan monument dimaksudkan untuk memberikan
kesan pada dunia. Perpustakaan di Mesir bertambah maju berkat penemuan
penggunaan rumput papyrus sekitar tahun 1200 SM. Untuk membuat lembar papyrus,
isi batang papyrusdipotong menjadi
lembaran tipis, kemudian dibentangkan satu demi satu dan ditumpuk. Kedua
lapisan kemudian dilekatkan dengan lem, ditekan, diratakan, dan dipukul
sehingga permukaannya rata. Dengan demikian, permukaan lembaran papyrus dapat
digunakan sebgai bahan tulis, sedangkan
alat tulisnya berupa pena sapu dan tinta. Perkembangan perpustakaan
Mesir terjadi semasa raja Khufu, Khafre, dan Ramses II sekitar tahun 1250 M.
Perpustakaan Raja Ramses II memiliki koleksi sekitar 20.000 buku.
3. Yunani
Peradaban Yunani mengenal jenis tulisan yang
disebut mycena sekitar tahun 1500 SM. Tapi kemudian, tulisan itu lenyap
tergantikan oleh 22 aksara temuan orang Phoenicia, yang dikembangkan menjadi 26
aksara seperti yang kita kenal sekarang ini. Yunani mulai mengenal perpustakaan
milik Peistratus (dari Athena) dan Polyerratus (dari Samos) skitar abad ke-6
dan ke-7 dan Pericies sekitar abad ke-5 SM. Pada saat itu, membaca merupakan
pengisi waktu senggang dan merupakan awal dimulainya perdagangan buku. Filsuf
Aristoteles dianggap sebagai orang pertama kali mengumpulkan, menyimpan, dan
memanfaatkan budaya masa lalu. Koleksi Aristoteles kelak dibawa ke Roma.
Perkembangan perpustakaan zaman Yunani Kuno mencapai
puncaknya semasa abad Hellenisme, yang ditandai dengan penyebaran ajaran dan
kebudayaan Yunani. Ini terjadi berkat penakhlukan Alexander Agung berserta
penggantinya. Pembentukan kota baru Yunani dan perkembangan perintahan monarki.
Perpustakaan utama terletak di kota Alexandria Mesir berdiri sebuah museum,
yang salah satu bagian utamanya ialah perpustakaan dengan tujuan mengumpulkan
teks Yunani dan manuskrip segala bahasa dari semua penjuru. Berkat usaha
Demertrius dari Phalerum, perpustakaan Alexandria berkembang pesat dengan
koleksi pertamanya 200.00 gulung papirus hingga nantinya mencapai 700.00
gulungan pada abad pertama SM.
Perpustakaan kedua disebut Serapeum. Disini koleksi yang dimiliki
sejumlah 42.800 gulungan terpilih, kelak berkembang mencapai 100.000 gulung.
Semua gulungan papirus ini disunting, disusun menurut bentuknya, dan diberi
catatan untuk disusun menjadi sebuah bibliografi sastra Yunani. Semua
pustakawan perpustakaan Alexandria ini merupakan ilmuwan ulung, termasuk
pujangga Callimachus yang menyusun 120 jilid bibliografi sastra Yunani.
Seperti halnya Alexandria, kota Pergamun di Asia
kecil menjadi pusat belajar dan kegiatan sastra. Pada abad ke-2 SM, Eumenes II
mendirikan sebuah perpustakaan dan mulai mengumpulkan semua mnuskrip, bahan bila
perlu membuat salinan manuskrip lain. Untuk penyalinan tersebut digunakan
sejumlah besar papirus yang diimpor dari Mesir. Karena khawatir persediaan
papirus di Mesir habis dan rasa iri akan pesaingnya, raja mesir menghentikan
ekspor papirus ke Pergamun. Akibatnya, perpustakaan Pergamun harus mencari
bahan tulis lain selain papirus. Maka dikembangkanlah bahan tulis baru yang
disebut parchment atau kulit binatang, terutama biri-biri atau anak lembu.
Sebenarnya bahan tulis ini sudah lama dikenal
Yunani, namun karena hargnya lebih mahal daripada papirus, maka banyak orang
yang lebih meilih papirus. Parchment
dikembangkan dan akhirnya menggantikan bahan tulis papirus hingga ditemukannya
mesin cetak pada abad pertengahan. Koleksi perpustakaan Pergamun mencapai
10.000 gulungan. Dalam perkembangannya, koleksi perpustakaan Pergamun nantinya
diserahkan ke perpustakaan Alexandria sehingga perpustakaan Alexandria menjadi
perpustakaan terbesar pada zamanya.
4. Byzantium
Kaisar Konstantin Agung menjadi raja Roma Barat dan
Timur pada tahun 324. ia meimlih ibukota
di Byzantium, kemudian diubah menjadi Konstantinopel. Ia mendirikan
perpustakaan kerajaan dan menekan karya Latin, karena bahasa Latin merupakan
bahasa resmi hingga abad ke-6. koleksi ini kemudian ditambah dengan karya
Kristen dan non-Kristen, baik dalam bahasa Yunani meupun Latin. Koleksinya
tercatat hingga 120.000 buku. Waktu itu gereja merupakan pranata kerajaan yang
paling penting. Karena adanya ketentuan bahwa seorang uskup harus memiliki
sebuah perpustakaan, maka perpustakaan gereja berkembang.
Kerajaan Byzantium kaya, berpenduduk pasat, secara
kultural, intelektual, dan politiknya cukup matang, yang diperkaya oleh ajaran
Yunani dan Timur serta dipengaruhi tradisi Roma dalam pemerintahan. Kerajaan
ini bertahan hingga abad ke-15. Pada pertengahan abad ketujuh hingga
pertengahan abad ke-9, terjadi kontroversi mengenai ikonoklasme, yaitu penggambaran Yesus dan
orang kudus lainnya pada benda. Akibat larangan ini, banyak biara ditutup dan
hartanya disita, dan kemudian biarawan Yunani mengungsi ke Italia. Selama
periode ini, hiasan menuskrip dengan menggunakan huruf hias, gulungan maupun
maniatur tidak digunakan dalam karya
keagamaan maupun Bibel. Setelah kontronersiberakhir, minat terhadap karya
Yunani kuno berkembang lagi. Selama 300 tahun karya Yunani disalin, ditulis
kembali, diberi komentar, dibuatkan ringkasan satra Yunani bahkan juga
dikembangkan ensklopedia dan leksikon Yunani.
5. Arab
Agama islam muncul pada abad ke-7, dan mulai menyebar ke sekitar daerah
Arab. Dengan cepat pasukan Islam menguasai Syria, Babylonia, Mesopotamia,
Persia, Mesir, seluruh bagian utara Afrika, dan menyebrang ke Spanyol. Orang
Arab berhasil dalam bidang perpustakaan dan berjasa besar dalam penyebaran ilmu
pengetahuan dan matematika ke Eropa.Pada abad ke-8 dan ke-9, ketika
Konstantinopel mengalami kemandegan dalam hal karya seluler, Bagdad berkembang
dan menjadi pusat kajian karya Yunani. Ilmuwan Muslim mulai memahami
pikiran Aristoteles.
Ilmuwan Muslim mengkaji dan menerjemahkan karya
filasafat, pengetahuan, dan kedokteran Yunani ke dalam bahasa Arab;
kadang-kadang dari versi bahasa Syriac ataupun Aramaic. Puncak keemasannya
terjadi pada masa pemerintahan Abbasiyah Al-Makmun, yang mendirikan “rumah kebijakan”
(Bait al-Hikmah), yaitu sebuah lembaga studi yang menggabungkan unsur
perpustakaan, akademi, dan biro terjemahan, pada tahun 810. selama abad ke-8,
ilmu alam, metematika, dan kedokteran benar-benar dipelajari. Karya Plato, Aristoteles, Hippocrates, dan Galen juga
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, termasuk pula penelitian asli dalam bidang astrologi, alkemi, dan magis.
Dalam penaklukan ke timur, orang Arab berhasil
mengetahui cara pembuatan kettas daroi orang Cina; pada abad ke-8 di Bagdad
telah berdiri pabrik kertas. Teknik pembuatan kertas selama hampir lima abad
dikuasai orang Arab. Karena harganya murah, banyak, dan mudah ditulis, maka
produksi buku melonjak dan perpustakaan pun berkembang. Begitupun perpustakaan
mesjid dan lembaga pendidikan. Perpustakaan kota Shiraz memiliki katalog
disusun menurut tempat dan kelola oleh staf perpustakaan. Pada abad ke-11,
perpustakaan Kairo memiliki sekitar 150.000 buku. Di Spanyol, orang Arab mendirikan
Perpustakaan Corboda yang memiliki 400.00 buku. Di perpustakaan Corboda, Toledo
dan Seville, karya klasik diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dari bahasa
Syriac. Ketika Spanyol direbut tentara Kristen, ribuan karya klasik ini
diketemukan, kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan disebarkan ke seluruh Eropa.
6. Renaissance
Renaissance mulai pada abad ke-14 di Eropa Barat.
Secara tidak langsung, Renaissance tumbuh akibat pengungsian ilmuwan Byzantium
dari Konstantinopel. Mereka lari karena ancaman pasukan Ottoman dan Turki.
Sambil mengungsi, ilmuwan ini membawa serta manuskrip penulis kuno. Ilmuwan
Italia menyambut kedatangan ilmuwan ilmuwan Byzantioum ini dan mendorong
pengembangan kajian Yunani dan Latin. Karya ini kemudian tersebar ke Eropa
Utara dan Barat, sebagian di antaranya disimpan di perpustakaan biara maupun
universitas yang mulai tumbuh.
C. Kondisi Menguntungkan Pengembangan Perpustakaan
Dari perkembangan perpustakaan selama hampir 500
tahun itu, kita dapat menyimak adanya kondisi yang menguntungkan pertumbuhan
perpustakaan. Ada pula kondisi yang menghambat pertumbuahan
perpustakaansehingga perpustakaan tidak berkembang secara wajar. Perpustakaan
mencerminkan kebutuhan sosial, ekonomi, kultural, dan pendidikan suatu
masyarakat. Bila kebutuhan tersebut dipenuhi, masyarakat akan menuntut pembangunan
perpustakaan. Di negara maju, kebutuhan ekonomi sudah dipenuhi dan meningkat ke
kebutuhan kultural. Di negara berkembang, mayarakat masih bergulat dengan
kesulitan ekonomi sehingga kebutuhan yang mendesak ialah kebutuhan pangan,
pakaian, dan papan. Karena itu, perkembangan perpustakaan, terutama
perpustakaan umum, di negara berkembang lebih lambat dibandingkan di negara
maju. Dengan demikian, perpustakaan akan tumbur subur bila:
1. Masyarakat
telah matang dalam arti telah mencapai kematangan sosial dan kultural sehingga
menyadari perlunya penyimpanan, penyebaran, dan perluasan wadah pengetahuan.
2. Bila dalam
masyarakat timbul dorongan untuk memperbaiki diri sendiri serta tumbuh
kesadaran akan perlunya informasi.
3. Adanya kepemimpinan
yang mendorong penggunaan perpustakaan, tunjangan keuangan untuk menunjang
perpustakaan serta minat budaya dan intelektual untuk menggunakan perpustakaan.
4. Adanya kemakmuran
ekonomi yang memungkinkan perorangan maupun perusahaan menyumbang sebagian
keuntungannya untuk perpustakaan.
5. Adanya pertumbuhan
ekonomi, kekuatan nasional, dan status nasional yang mendorong penyebarluasan
informasi serta penggunaan informasi yang bermanfaat.
D.
Sejarah Perpustakaan di Indonesia
Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih
muda jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil
pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka
sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an yaitu saat
lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai.
Musafir Fa-Hsien dari tahun 414 Menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang
sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya
memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman
pendeta.
Pada sekitar tahun 695 M, menurut musafir I-tsing
dari Cina, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu
dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang
tentu saja disimpan di berbagai biasa. Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan
tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini
mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya
tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama
Budha Mahayana. Menyusul kemudian Sembilan parwa sari cerita Mahabharata dan
satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaitu
Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha
yang digubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian tersebut nyata bahwa sudah ada naskah
yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca
kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa
pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh
yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga
menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu
Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam Kresnayana.
Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas
dan tetap berada dalam lingkungan keraton.
Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari.
Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang
terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman
Majapahit dihasilkan dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu
Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma. Pada jaman ini
dihasilkan pula karya-karya lain seperti Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe,
Sorandaka, dan Sundayana. Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus
dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya,
jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro,
Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa.
Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16
dan ke-17. Buku-buku tersebut adalah Pustaka Rajya-rajya & Bumi Nusantara
(25 jilid), Pustaka Praratwan (10 jilid), Pustaka Nagarakretabhumi (12 jilid),
Purwwaka Samatabhuwana (17 jilid), Naskah hukum (2 jilid), Usadha (15 jilid),
Naskah Masasastra (42 jilid), Usana (24 jilid), Kidung (18 jilid), Pustaka
prasasti (35 jilid), Serat Nitrasamaya pantara ning raja-raja (18 jilid),
Carita sang Waliya (20 jilid), dan lainlain. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa Cirebon merupakan salah satu pusat perbukuan pada masanya. Seperti pada
masa-masa sebelumnya buku-buku tersebut disimpan di istana.
Kedatangan bangsa Barat pada abad ke-16 membawa
budaya tersendiri. Perpustakaan mulai didirikan mula-mula untuk tujuan
menunjang program penyebaran agama mereka. Berdasarkan sumber sekunder
perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa VOC (Vereenigde
OostJurnal Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini
Jakarta) yang dibangun sejak 1624. Namun karena beberapa kesulitan perpustakaan
ini baru diresmikan pada 27 April 1643 dengan penunjukan pustakawan bernama Ds.
(Dominus) Abraham Fierenius. Pada masa inilah perpustakaan tidak lagi
diperuntukkan bagi keluarga kerajaan saja, namun mulai dinikmati oleh
masyarakat umum. Perpustakaan meminjamkan buku untuk perawat rumah sakit
Batavia, bahkan peminjaman buku diperluas sampai ke Semarang dan Juana (Jawa
Tengah). Jadi pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa
perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan
atau interlibrary loan).
Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri
perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Bersamaan dengan
berdirinya lembaga tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW. Pendirian
perpustakaan lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M. Rademaker, ketua
Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan
manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan
katalog buku yang pertama di Indonesia yaitu pada tahun 1846 dengan judul
Bibliotecae Artiumcientiaerumquae Batavia Florest Catalogue Systematicus hasil
suntingan P. Bleeker. Edisi kedua terbit dalam bahasa Belanda pada tahun 1848.
Perpustakaan ini aktif dalam pertukaran bahan perpustakaan. Penerbitan yang
digunakan sebagai bahan pertukaran adalah Tijdschrift voor Indische Taal-,
Land- en Volkenkunde, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschapn van
Kunsten en Wetenschappen, Jaarboek serta Werken buiten de Serie. Karena
prestasinya yang luar biasa dalam meningkatkan ilmu dan kebudayaan, maka
namanya ditambah menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen. Nama ini kemudian berubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia
pada tahun 1950.
Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia
diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi
Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan
dikenal dengan Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian
berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan
Perpustakaan Museum Nasional. Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional
dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989
ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia.
Sesudah pembangunan BKGW, berdirilah perpustakaan
khusus lainnya seiring dengan berdirinya berbagai lembaga penelitian maupun
lembaga pemerintahan lainnya. Sebagai contoh pada tahun 1842 didirikan
Bibliotheek’s Lands Plantentuin te Buitenzorg. Pada tahun 1911 namanya berubah
menjadi Central Natuurwetenchap-pelijke Bibliotheek van het Departement van
Lanbouw, Nijverheid en Handel. Nama ini kemudian berubah lagi menjadi
Bibliotheca Bogoriensis. Tahun 1962 nama ini berubah lagi menjadi Pusat
Perpustakaan Penelitian Teknik Pertanian, kemudian menjadi Pusat Perpustakaan
Biologi dan Pertanian. Perpustakaan ini berubah nama kembali menjadi
perpustakaan ini bernama Perpustakaan Pusat Pertanian dan Komunikasi
Penelitian. Kini perpustakaan ini bernama Pusat Perpustakaan dan Penyebaran
Hasil-hasil Penelitian.
Setelah periode tanam paksa, pemerintah Hindia
Belanda menjalankan politik etis untuk membalas ?utang? kepada rakyat
Indonesia. Salah satu kegiatan politik etis adalah pembangunan sekolah rakyat.
Dalam bidang perpustakaan sekolah, pemerintah Hindia Belanda mendirikan
Volksbibliotheek atau terjemahan dari perpustakaan rakyat, namun pengertiannya
berbeda dengan pengertian perpustakaan umum. Volksbibliotheek artinya
perpustakaan yang didirikan oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai
Pustaka), sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada Volkschool. Volkschool
artinya sekolah rakyat yang menerima tamatan sekolah rendah tingkat dua.
Perpustakaan ini melayani murid dan guru serta menyediakan bahan bacaan bagi
rakyat setempat. Murid tidak dipungut bayaran, sedangkan masyarakat umum
dipungut bayaran untuk setiap buku yang dipinjamnya. Kalau pada tahun 1911
pemerintah Hindia Belanda mendirikan Hindia Belanda mendirikan Indonesische
Volksblibliotheken, maka pada tahun 1916 didirikan Nederlandsche
Volksblibliotheken yang digabungkan dalam Holland-Inlandsche School (H.I.S).
H.I.S. merupakan sejenis sekolah lanjutan dengan bahasa pengantar Bahasa
Belanda. Tujuan Nederlandsche Volksblibliotheken adalah untuk memenuhi
keperluan bacaan para guru dan murid.
Di Batavia tercatat beberapa sekolah swasta,
diantaranya sekolah milik Tiong Hoa, Hwe Koan, yang memiliki perpustakaan.
Sekolah tersebut menerima bantuan buku dari Commercial Press (Shanghai) dan
Chung Hua Book Co. (Shanghai). Sebenarnya sebelum pemerintah Hindia Belanda
mendirikan perpustakaan sekolah, pihak swasta terlebih dahulu mendirikan
perpustakaan yang mirip dengan pengertian perpustakaan umum dewasa ini. Pada
tahun awal tahun 1910 berdiri Openbare leeszalen. Istilah ini mungkin dapat
diterjemahkan dengan istilah ruang baca umum. Openbare leeszalen ini didirikan
oleh antara lain Loge der Vrijmetselaren, Theosofische Vereeniging, dan
Maatschappij tot Nut van het Algemeen. Perkembangan Perpustakaan Perguruan
Tinggi di Indonesia dimulai pada awal tahun 1920an yaitu mengikuti berdirinya
sekolah tinggi, misalnya seperti Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927) dan
kemudian juga di Surabaya dengan STOVIA; Technische Hoogescholl di Bandung
(1920), Fakultait van Landbouwwentenschap (er Wijsgebeerte Bitenzorg, 1941),
Rechtshoogeschool di Batavia (1924), dan Fakulteit van Letterkunde di Batavia
(1940).
Setiap sekolah tinggi atau fakultas itu mempunyai
perpustakaan yang terpisah satu sama lain. Pada jaman Hindia Belanda juga
berkembang sejenis perpustakaan komersial yang dikenal dengan nama
Huurbibliotheek atau perpustakaan sewa. Perpustakaan sewa adalah perpustakaan
yang meminjamkan buku kepada kepada pemakainya dengan memungut uang sewa. Pada
saat itu tejadi persaingan antara Volksbibliotheek dengan Huurbibliotheek.
Sungguhpun demikian dalam prakteknya terdapat perbedaan bahan bacaan yang
disediakan. Volksbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan populer
ilmiah, maka perpustakaan Huurbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan
berupa roman dalam bahasa Belanda, Inggris, Perancis, buku remaja serta bacaan
gadis remaja. Disamping penyewaan buku ter-dapat penyewaan naskah, misalnya
penulis Muhammad Bakir pada tahun 1897 mengelola sebuah perpustakaan sewaan di
Pecenongan, Jakarta. Jenis sewa Naskah juga dijumpai di Palembang dan
Banjarmasin. Naskah disewakan pada umumnya dengan biaya tertentu dengan
disertai permohonan kepada pembacanya supaya menangani naskah dengan baik.
Disamping perpustakaan yang didirikan oleh
Pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya tercatat juga perpustakaan yang didirikan
oleh orang Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro mendirikan perpustakaan
keraton sedangkan keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar
koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan,
namun boleh dibaca di tempat. Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada
perkembangan perpustakaan yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung
penting diantaranya Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen. Selama
pendudukan Jepang openbare leeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh
rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung
Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen maka koleksi perpustakaan ini
dapat dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari Perpustakaan Nasional.
Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat
dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada
tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi
yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Indonesia. Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele
Samenwerking, suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan
pemerintah Negeri Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh
Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial Departemen
P & K.
Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta
huruf di seluruh pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang
bertugas membantu usaha Jawatan Pendidikan Masyarakat melakukan usaha
pemberantasan buta huruf tersebut. Pada periode ini juga lahir perpustakaan
Negara yang berfungsi sebagaiperpustakaan umum dan didirikan di Ibukota
Propinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di Yogyakarta pada tahun
1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (1954);
Padang (1956); Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja,
Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian
Perpustakaan Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda
(1964). Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas instansional oleh
tiga instansi yaitu Biro Perpustakaan Departemen P & K yang membina secara
teknis, Perwakilan Departemen P & K yang membina secara administratif, dan
Pemerintah Daerah Tingkat Propinsi yang memberikan fasilitas.
E.
Pengertian Perpustakaan
Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai
koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai
sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau
institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli
sekian banyak buku atas biaya sendiri.Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media
baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga
merupakan tempat penimpanan dan/atau akses ke map, cetak atau hasil seni lainnya , mikrofilm, mikrofiche, tape audio, CD,LP, tape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk
mengakses gudang data CD-ROM dan internet.
Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang
bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan
kebutuhan hakiki manusia.Oleh karena itu perpustakaan modern telah
didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam
format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan
tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku
tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan
digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat
jaringan komputer).
1.
Perpustakaan Menurut
International Federation Of Library Associations And Instituions (Ifla)
Perpustakaan yaitu kumpulan bahan tercetak dan non
cetak dan/atau sumber informasi dalam komputer yang disusun secara sistematis
untuk kepentingan pemakai.
2. Menurut
Kamus Istilah Perpustakaan dan Dokumentasi yang diterbitkan oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Perpustakaan diartikan sebagai:
a. Koleksi
buku, majalah dan bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca,
dipelajari, dan dibicarakan.
b. Tempat,
gedung atau ruangan yang disediakan untuk pemeliharaan dan pengunaan koleksi
buku dan sebagainya.
Perpustakaan Menurut Para Ahli :
1. Menurut
Sulistyo-Basuki (1991:3)
Perpustakaan ialah sebuah ruangan, bagian
sebuah gedung.ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku
dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk
digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Dalam pengertian buku dan terbitan
lainnya termasuk di dalamnya semua bahan cetak,buku, majalah, laporan, pamflet,
prosiding, manuskrip (naskah), lembaran musik, berbagai karya musik, berbagai karya
media audiovisual seperti filem, slid ( slide), kaset, piringan hitam, bentuk
mikro seperti mikrofilm, mikrofis, dan mikroburam ( microopaque ). Webster
menyatakan bahwa perpustakaan merupakan kumpulan buku, manuskrip, dan bahan
pustaka lainnya yang digunakan untuk keperluan studi `atau bacaan, kenyamanan,
atau kesenangan.
2. Menurut
Radom House dalam bukunya Dictionary of The English Language
Perpustakaan adalah suatu tempat, berupa sebuah
ruangan atau gedung yangberisi buku dan bahan lain untuk bacaan, studi, ataupun
rujukan
Menurut Ensiklopedia Britannica, bahwa sebuah perpustakaan adalah himpunan bahan – bahan tertulis atau tercetak yang diatur dan diorganisir untuk tujuan studi dan penelitian atau pembacaan umum atau kedua-duannya.
Menurut Ensiklopedia Britannica, bahwa sebuah perpustakaan adalah himpunan bahan – bahan tertulis atau tercetak yang diatur dan diorganisir untuk tujuan studi dan penelitian atau pembacaan umum atau kedua-duannya.
3. Menurut
Ny. Kusuma Sjahrial Pamuntjak (1972:1), menyatakan bahwa perpustakaan adalah
kumpulan buku-buku yang tersedia dan dimaksudkan untuk dibaca.
4. Menurut
Reitz, menyatakan bahwa perpustakaan adalah koleksi atau sekumpulan
koleksi buku atau bahan lainnya yang diorganisasikan dan dipelihara unutk
penggunaan/keperluan membaca, konsultasi, belajar, meneliti, yang dikelola oleh
pustakawan dan staf terlatih lainnya dalam rangka menyediakan layanan untuk
memenuhi kebutuhan pengguna.
5. Menurut
Surat Edaran Bersama Mentri Pendidikan dan Kebudayan dan Badan
Administrasi kepegawaian Negara Nomor
53649/MPK /1988 dan nomor 15 /SE/1988, menegaskan difinisi perpustakaan
dalam nnya dangan jabatan fungsional pustakawan yaitu unit Perpustakaan adalah : satuan kerja perpustakaan
yang sekurang-kurangnya mempunnyai 1.000 judul bahan pustaka, yang terdiri dari
sekurang- kurangnya 2.500 eksemplar dan bentuk dengan keputusan pejabat yang
berwenang.
6. Menurut
Perpustakaan Nasional RI (2005:4), menyatakan bahwa perpustakaan adalah unit
kerja yang memiliki sumber daya manusia sekurang-kurangnya seorang pustakawan,
ruangan/ tempat khusus, dan koleksi bahan pustakaan sekurang-kurangnya seribu
judul dari berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan jenis dan misi
perpustakaan yang bersangkutan serta dikelola menurut sistem tertentu untuk
kepentingan masyarakat penggunanya.
7. Dalam
UURI No. 20 tahun 2003 tentang SisDikNas masalah perpustakaan hanya
samar-samar. Pada bab 1 pasal 1 ayat 23 disebutkan bahwa"Sumber daya
pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan yang meliputi tenaga pendidikan, masyarakat, dana, sarana, dan
prasarana " Namun Dalam UU No. 2 tahun 1989 pasal 35 menyebutkan jelas
setiap sekolah atau satuan pendidikan harus mempunyai atau menyediakan sumber
belajar. Oleh sebab itu di sekolah nasional plus Smart EI, perpustakaan
sangatlah penting baik bagi siswa maupun bagi guru.Dalam skala umum fungsi dari
perpustakaan ada 6 yaitu:Fungsi Informasi, Fungsi Pendidikan, Fungsi
Kebudayaan, Fungsi Rekreasi, Fungsi Penelitian, Fungsi Deposit Kebudayaan,
Fungsi Rekreasi, Fungsi Penelitian, Fungsi Deposit.
8. Perpustakaan
Menurut UU NO 43. THN. 2007
Pasal 1: Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi
karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional
dengan sistem yang baku guna memenuhi
kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan
rekreasi para pemustaka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
perpustakaan pada
awal mulanya tidak lain berupa kumpulan
catatan transaksi niaga. Dengan kata lain,
perpustakaan purba tidak lain merupakan sebuah kemudahan untuk menyimpan catatan niaga. Karena kegiatan
perpustakaan purba tidak lain menyimpan kegiatan niaga maka ada kemungkinan
bahwa perpustakaan dan arsip semula bersumber pada kegiatan yang sama untuk
kemudian terpisah
Secara umum perpustakaan adalah sebuah
koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai
koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai
sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau
institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli
sekian banyak buku atas biaya sendiri.Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media
baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga
merupakan tempat penimpanan dan/atau akses ke map, cetak atau hasil seni lainnya , mikrofilm, mikrofiche, tape audio, CD,LP, tape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk
mengakses gudang data CD-ROM dan internet.
REFERENSI
Hasugian,
Joner. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. (Bandung: USU Press, 2008).
Supriyanto,
Wahyu. Teknologi Informasi Perpustakaan. (Yogyakarta: Kanisius, 2008).
Darmono.
Perpustakaan Sekolah. (Jakarta: Grasindo 2006).
mantap.. keren.. thanks buat infonya
ReplyDeletemantap.. keren.. thanks buat infonya
ReplyDelete