Saturday 22 June 2013

Sejarah dan Pengertian Perpustakaan



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan perpustakaan tidak dapat dipisahkan di sejarah manusia karena perpustakaan merupakan produk manusia. Dalam sejarahnya, manusia mula-mula tidak menetap sebagai  mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain. Kehidupan seperti ini sering  disebut kehidupan nomaden. Manusia mencari makan dari alam sekitarnya, sedangkan untuk keperluan ternaknya ia mencari sumber air serta rumput. Manusia mulai berusaha menggarap lahan yang ada disekitarnya, untuk keperluan daging manusia memburu binatang yang ada disekitarnya. Kehidupan berburu ini tidak beranjak jauh dari kehidupan nomaden.
Dalam pengembarannya serta dari kehidupan bertaninya, manusia memperoleh pengalaman bahwa bila dia member tanda pada sebuah batu, pohon, papan, lempengan serta benda lainnya, ternyata manusia dapat menyampaikan berita ke manusia lainnya. Pesan ini dipahatkan pada batu atau pohon atau benda lainnya. Selama itu manusia berhubungan dengan manusia lain melalui bahasa lisan maupun bahasa isyarat. Setelah menggunakan berbagai tanda yang dipahatkan pada pohon ataupun batu ataupun benda lainnya, manusia mulai berkomunikasi dengan kelompok lain melalui bahasa tulisan.

Adanya tulisan tersebut dapat membantu daya ingat manusia daya ingat manusia kini manusia dapat melihat “catatannya” pada pohon, batu, dan lempengan. Pesan dalam berbagai pahatan itu dapat diteruskan ke generasi berikutnya. Bila kegiatan memberi tanda pada berbagai benda itu dilakukan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya maupun dari suku satu ke suku lainnya maka banyak dugaan bahwa perpustakaan dalam bentuknya yang sangat sederhana sudah mulai dikenal ketika manusia mulai melakukan kegiatan penulisan pada berbagai benda. Benda itu dapat diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya ataupun dapat dibaca oleh suku lain.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah sejarah dan perkembangan perpustakaan itu, baik sejarah perpustakaan di Indonesia maupun sejarah perpustakaan di dunia?
2.      Apakah pengertian dari perpustakaan?

























BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERPUSTAKAAN
Berdasarkan bukti arkeologis diketahui bahwa perpustakaan pada awal  mulanya tidak lain berupa kumpulan catatan transaksi niaga. Dengan kata lain,  perpustakaan purba tidak lain merupakan sebuah kemudahan untuk  menyimpan catatan niaga. Karena kegiatan perpustakaan purba tidak lain menyimpan kegiatan niaga maka ada kemungkinan bahwa perpustakaan dan arsip semula bersumber pada kegiatan yang sama untuk kemudian terpisah.
Dari kegiatan itu, ternyata bahwa sejak semula salah satu kegiatan perpustakaan ialah menyimpan produk tulisan masyarakat sekaligus juga perpustakaan merupakan produk masyarakat karena tak ada perpustakaan tanpa ada masyarakat.
1.   Sebelum Masehi
Disebutkan diatas bahwa manusia berusaha mencatat kegiatannya dengan cara memahatkannya pada kayu, batu, dan lempengan. Lambat laun catatan itu dianggap kurang praktis karena sulit digunakan dan sukar disimpan. Karena catatan pada batu atau lempengan tanah liat itu dianggap kurang praktis, manusia berusaha menemukan alat tulis yang lebih baik daripada alat tulis periode sebelumnya.
Pada sekitar tahun 2500 sebelum Masehi, orang Mesir mendapatkan sebuah temuan sederhana tapi memiliki pengaruh besar bagi peradaban manusia, yaitu penemuan bahan tulis berupa papyrus yang dibuat dari sejenis rumput yang tumbuh di sepanjang sungai Nil. Rumput tersebut dihaluskan dengan cara ditumbuk lalu diratakan, kemudian dikeringkan dan digunakan untuk menulis dengan menggunakan pahatan dan tinta. Dari kata  papyrus itu berkembanglah istilah paper, papiere, papiros yang berarti kertas. Penemuan kertas dari rumput  papyrus ini dianggap penting bagi manusia karena serat selulosenya merupakan landasan kimiawi bagi pembuatan kertas zaman modern.
2.   Sesudah Masehi
Hingga sekitar tahun 700-an Masehi, papyrus masih digunakan sebagai bahan tulis, kemudian mulai digunakan bahan lain seperti kulit binatang. Sekitar abad pertama Masehi, sejenis bahan yang mirip dengan kertas yang kita gunakan saat ini telah ditemukan di Cina. Namun karena pengetatan yang dilakukan penguasa Cina terhadap semua benda yang keluar masuk dari Cina maka penemuan kertas itu tidak dikenal di Eropa hingga tahun 1150-an. Sebelum itu, Eropa menggunakan kulit binatang sebagai bahan tulis, misalnya mereka membuat alat tulis dari kulit kambing, domba, biri-biri, sapi, dan binatang lain yang disebut parchmen. Parchmen sebenarnya berasal dari kata “pergamuan” sebuah kota kecil di Asia Kecil tempat parchmen pertama kali digunakan. Parchmen digunakan untuk bahan tulis sebelum kertas ditemukan. Bahan tulis lain disebut vellum, tersebut dari kulit sapi atau kambing, digunakan untuk menulis dan menjilid buku.
Karena Eropa Barat baru mengenal kertas pada abad ke-12, sedangkan mesin cetak baru dikenal pada abad ke-15 maka pengembangan perpustakaan berjalan lambat. Ketika kertas sudah dikenal, sedangkan teknik pencetakan masih primitive, di Eropa Barat dikenal sejenis terbitan bernama  incunabula yang berarti buku yang dicetak dengan menggunakan teknik bergerak (movable type) sebelum tahun 1501. Pengaruhnya bagi perpustakaan adalah perpustakaan terutama di Eropa hanya menyimpan naskah tulisan tangan lazim yang disebut “manuskrip”. Makrip ini umumnya berbentuk gulungan, disebut scroll.
Di Eropa Barat sekitar tahun 1440 tatkala Johann Gutenberg dari kota Mainz, Jerman mencetak buku dengan tipe cetak gerak. Setiap aksara dilebur ke dalam logam, kemudian dipindah ke dasar mesin pres lalu diberi tinta. Kemudian ditaruh kertas di atasnya lalu digulung dengan lempeng pemberat. Sejak penemuan Gutenberg ini (sebenarnya penemuan untujk kawasan Eropa) pembuatan manuskrip yang semula ditulis tangan, kini dapat digandakan dengan mesin cetak. Karena teknik pencetakan yang masih sederhana ini maka hasilnya pun masih sederhana dibandingkan dengan buku cetakan masa kini. Buku yang diterbitkan semasa ini hingga abad ke-16 dikenal dengan nama incunabula.
Mesin cetak penemuan Gutenberg kemudian dikembangkan lagi sehingga mulai abad ke-16 pencetakan buku dalam waktu singkat mampu menghasilkan ratusan eksemplar. Hasilnya bagi perpustakaan ialah terjadinya revolusi perpustakaan artinya dalam waktu singkat perpustakaan diisi dengan buku cetak. Revolusi yang mirip sama terjadi hampir 400 tahun kemudian ketika buku mulai digantikan bentuk elektronik. Dari Jerman,  mesin cetak kemudian tersebar keseluruh Eropa, kemudian dibawa lagi ke Asia tempat asal usul mesin cetak.
Mesin cetak yang diasosiasikan dengan buku menimbulkan dampak sosial yang besar. Misalnya, bila sebuah negara berada di bawah kekuasaan yang mutlak,  berbagai pengarang menulis buku dengan tujuan menentang tirani. Hal ini sering berakhir dengan pelarangan buku yang menentang kekuasaan, alasan lain menulis buku ialah untuk mata pencaharian. Banyak orang hidup hanya dari menulis buku saja. Misalnya, para  sastrawan dan penulis novel. Alasan lain menulis buku ialah melakukan komunikasi formal antara penulis dengan pembacanya.

B.  Perkembangan Perpustakaan Klasik
1.   Sumeria dan Babylona
Perpustakaan sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Penggalian di bekas kerajaan Sumeria menunjukkan bahwa bangsa Sumeria sekitar 3000 tahun SM telah menyalin rekening, jadwal kegiatan, pengetahuan yang mereka peroleh dalam bentuk lempeng tanah liat (clay tables). Tulisan yang digunakan masih berupa gambar (pictograph), kemudian ke aksara Sumeria. Kebudayaan Sumeria termasuk kepercayaan, praktik keagamaan dan tulisan Sumeria kemudian diserap oleh Babylonia yang menaklukkannya. Tulisan Sumeria kemudian diubah menjadi tulisan paku (cunciform) karena mirip paku. Semasa pemerintahan Raja Ashurbanipal dari Assyria (sekitar tahun 668-626 SM) didirikan perpustakaan kerajaan di ibukota Nineveh, berisi puluhan ribu lempeng tanah liat yang  dikumpulkan dari segala penjuru kerajaan (Sulistyo Basuki:1991). Untuk mencatat koleksi digunakan system subjek serta tanda pengenal pada tempat penyimpanan. Banyak dugaan bahwa perpustakaan ini terbuka bagi kawula kerajaan.
2. Mesir
Pada masa yang hamper bersamaan, peradaban Mesir Kuno pun mengalami perkembangan. Teks tertulis di perpustakaan Mesir berasal dari sekitar tahun 4000 SM, namun gaya tulisannya berbeda dengan tulisan Sumeria. Orang Mesir menggunakan tulisan yang disebut  hieroglyph. Tujuan  hieroglyph  ialah memahatkan pesan terakhir dimonumen untuk mengagungkan raja. Sementara tulisan yang ada di tembok dan monument dimaksudkan untuk memberikan kesan pada dunia. Perpustakaan di Mesir bertambah maju berkat penemuan penggunaan rumput papyrus sekitar tahun 1200 SM. Untuk membuat lembar papyrus, isi batang  papyrusdipotong menjadi lembaran tipis, kemudian dibentangkan satu demi satu dan ditumpuk. Kedua lapisan kemudian dilekatkan dengan lem, ditekan, diratakan, dan dipukul sehingga permukaannya rata. Dengan demikian, permukaan lembaran papyrus dapat digunakan sebgai bahan tulis, sedangkan  alat tulisnya berupa pena sapu dan tinta. Perkembangan perpustakaan Mesir terjadi semasa raja Khufu, Khafre, dan Ramses II sekitar tahun 1250 M. Perpustakaan Raja Ramses II memiliki koleksi sekitar 20.000 buku.
3. Yunani
Peradaban Yunani mengenal jenis tulisan yang disebut mycena sekitar tahun 1500 SM. Tapi kemudian, tulisan itu lenyap tergantikan oleh 22 aksara temuan orang Phoenicia, yang dikembangkan menjadi 26 aksara seperti yang kita kenal sekarang ini. Yunani mulai mengenal perpustakaan milik Peistratus (dari Athena) dan Polyerratus (dari Samos) skitar abad ke-6 dan ke-7 dan Pericies sekitar abad ke-5 SM. Pada saat itu, membaca merupakan pengisi waktu senggang dan merupakan awal dimulainya perdagangan buku. Filsuf Aristoteles dianggap sebagai orang pertama kali mengumpulkan, menyimpan, dan memanfaatkan budaya masa lalu. Koleksi Aristoteles kelak dibawa ke Roma.
Perkembangan perpustakaan zaman Yunani Kuno mencapai puncaknya semasa abad Hellenisme, yang ditandai dengan penyebaran ajaran dan kebudayaan Yunani. Ini terjadi berkat penakhlukan Alexander Agung berserta penggantinya. Pembentukan kota baru Yunani dan perkembangan perintahan monarki. Perpustakaan utama terletak di kota Alexandria Mesir berdiri sebuah museum, yang salah satu bagian utamanya ialah perpustakaan dengan tujuan mengumpulkan teks Yunani dan manuskrip segala bahasa dari semua penjuru. Berkat usaha Demertrius dari Phalerum, perpustakaan Alexandria berkembang pesat dengan koleksi pertamanya 200.00 gulung papirus hingga nantinya mencapai 700.00 gulungan pada abad pertama SM.
Perpustakaan kedua disebut  Serapeum. Disini koleksi yang dimiliki sejumlah 42.800 gulungan terpilih, kelak berkembang mencapai 100.000 gulung. Semua gulungan papirus ini disunting, disusun menurut bentuknya, dan diberi catatan untuk disusun menjadi sebuah bibliografi sastra Yunani. Semua pustakawan perpustakaan Alexandria ini merupakan ilmuwan ulung, termasuk pujangga Callimachus yang menyusun 120 jilid bibliografi sastra Yunani.
Seperti halnya Alexandria, kota Pergamun di Asia kecil menjadi pusat belajar dan kegiatan sastra. Pada abad ke-2 SM, Eumenes II mendirikan sebuah perpustakaan dan mulai mengumpulkan semua mnuskrip, bahan bila perlu membuat salinan manuskrip lain. Untuk penyalinan tersebut digunakan sejumlah besar papirus yang diimpor dari Mesir. Karena khawatir persediaan papirus di Mesir habis dan rasa iri akan pesaingnya, raja mesir menghentikan ekspor papirus ke Pergamun. Akibatnya, perpustakaan Pergamun harus mencari bahan tulis lain selain papirus. Maka dikembangkanlah bahan tulis baru yang disebut parchment atau kulit binatang, terutama biri-biri atau anak lembu.
Sebenarnya bahan tulis ini sudah lama dikenal Yunani, namun karena hargnya lebih mahal daripada papirus, maka banyak orang yang lebih meilih papirus.  Parchment dikembangkan dan akhirnya menggantikan bahan tulis papirus hingga ditemukannya mesin cetak pada abad pertengahan. Koleksi perpustakaan Pergamun mencapai 10.000 gulungan. Dalam perkembangannya, koleksi perpustakaan Pergamun nantinya diserahkan ke perpustakaan Alexandria sehingga perpustakaan Alexandria menjadi perpustakaan terbesar pada zamanya.
4. Byzantium
Kaisar Konstantin Agung menjadi raja Roma Barat dan Timur pada tahun  324. ia meimlih ibukota di Byzantium, kemudian diubah menjadi Konstantinopel. Ia mendirikan perpustakaan kerajaan dan menekan karya Latin, karena bahasa Latin merupakan bahasa resmi hingga abad ke-6. koleksi ini kemudian ditambah dengan karya Kristen dan non-Kristen, baik dalam bahasa Yunani meupun Latin. Koleksinya tercatat hingga 120.000 buku. Waktu itu gereja merupakan pranata kerajaan yang paling penting. Karena adanya ketentuan bahwa seorang uskup harus memiliki sebuah perpustakaan, maka perpustakaan gereja berkembang.
Kerajaan Byzantium kaya, berpenduduk pasat, secara kultural, intelektual, dan politiknya cukup matang, yang diperkaya oleh ajaran Yunani dan Timur serta dipengaruhi tradisi Roma dalam pemerintahan. Kerajaan ini bertahan hingga abad ke-15. Pada pertengahan abad ketujuh hingga pertengahan abad ke-9, terjadi kontroversi mengenai  ikonoklasme, yaitu penggambaran Yesus dan orang kudus lainnya pada benda. Akibat larangan ini, banyak biara ditutup dan hartanya disita, dan kemudian biarawan Yunani mengungsi ke Italia. Selama periode ini, hiasan menuskrip dengan menggunakan huruf hias, gulungan maupun maniatur tidak  digunakan dalam karya keagamaan maupun Bibel. Setelah kontronersiberakhir, minat terhadap karya Yunani kuno berkembang lagi. Selama 300 tahun karya Yunani disalin, ditulis kembali, diberi komentar, dibuatkan ringkasan satra Yunani bahkan juga dikembangkan ensklopedia dan leksikon Yunani.
5. Arab
Agama islam muncul pada abad ke-7, dan mulai menyebar ke sekitar daerah Arab. Dengan cepat pasukan Islam menguasai Syria, Babylonia, Mesopotamia, Persia, Mesir, seluruh bagian utara Afrika, dan menyebrang ke Spanyol. Orang Arab berhasil dalam bidang perpustakaan dan berjasa besar dalam penyebaran ilmu pengetahuan dan matematika ke Eropa.Pada abad ke-8 dan ke-9, ketika Konstantinopel mengalami kemandegan dalam hal karya seluler, Bagdad berkembang dan menjadi pusat kajian karya Yunani. Ilmuwan Muslim mulai memahami pikiran Aristoteles.
Ilmuwan Muslim mengkaji dan menerjemahkan karya filasafat, pengetahuan, dan kedokteran Yunani ke dalam bahasa Arab; kadang-kadang dari versi bahasa Syriac ataupun Aramaic. Puncak keemasannya terjadi pada masa pemerintahan Abbasiyah Al-Makmun, yang mendirikan “rumah kebijakan” (Bait al-Hikmah), yaitu sebuah lembaga studi yang menggabungkan unsur perpustakaan, akademi, dan biro terjemahan, pada tahun 810. selama abad ke-8, ilmu alam, metematika, dan kedokteran benar-benar dipelajari. Karya Plato,  Aristoteles, Hippocrates, dan Galen juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, termasuk pula penelitian asli dalam  bidang astrologi, alkemi, dan magis.
Dalam penaklukan ke timur, orang Arab berhasil mengetahui cara pembuatan kettas daroi orang Cina; pada abad ke-8 di Bagdad telah berdiri pabrik kertas. Teknik pembuatan kertas selama hampir lima abad dikuasai orang Arab. Karena harganya murah, banyak, dan mudah ditulis, maka produksi buku melonjak dan perpustakaan pun berkembang. Begitupun perpustakaan mesjid dan lembaga pendidikan. Perpustakaan kota Shiraz memiliki katalog disusun menurut tempat dan kelola oleh staf perpustakaan. Pada abad ke-11, perpustakaan Kairo memiliki sekitar 150.000 buku. Di Spanyol, orang Arab mendirikan Perpustakaan Corboda yang memiliki 400.00 buku. Di perpustakaan Corboda, Toledo dan Seville, karya klasik diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dari bahasa Syriac. Ketika Spanyol direbut tentara Kristen, ribuan karya klasik ini diketemukan, kemudian  diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan disebarkan ke seluruh Eropa.
6. Renaissance
Renaissance mulai pada abad ke-14 di Eropa Barat. Secara tidak langsung, Renaissance tumbuh akibat pengungsian ilmuwan Byzantium dari Konstantinopel. Mereka lari karena ancaman pasukan Ottoman dan Turki. Sambil mengungsi, ilmuwan ini membawa serta manuskrip penulis kuno. Ilmuwan Italia menyambut kedatangan ilmuwan ilmuwan Byzantioum ini dan mendorong pengembangan kajian Yunani dan Latin. Karya ini kemudian tersebar ke Eropa Utara dan Barat, sebagian di antaranya disimpan di perpustakaan biara maupun universitas yang mulai tumbuh.

C.  Kondisi Menguntungkan Pengembangan Perpustakaan
Dari perkembangan perpustakaan selama hampir 500 tahun itu, kita dapat menyimak adanya kondisi yang menguntungkan pertumbuhan perpustakaan. Ada pula kondisi yang menghambat pertumbuahan perpustakaansehingga perpustakaan tidak berkembang secara wajar. Perpustakaan mencerminkan kebutuhan sosial, ekonomi, kultural, dan pendidikan suatu masyarakat. Bila kebutuhan tersebut dipenuhi, masyarakat akan menuntut pembangunan perpustakaan. Di negara maju, kebutuhan ekonomi sudah dipenuhi dan meningkat ke kebutuhan kultural. Di negara berkembang, mayarakat masih bergulat dengan kesulitan ekonomi sehingga kebutuhan yang mendesak ialah kebutuhan pangan, pakaian, dan papan. Karena itu, perkembangan perpustakaan, terutama perpustakaan umum, di negara berkembang lebih lambat dibandingkan di negara maju. Dengan demikian, perpustakaan akan tumbur subur bila:
1. Masyarakat telah matang dalam arti telah mencapai kematangan sosial dan kultural sehingga menyadari perlunya penyimpanan, penyebaran, dan perluasan wadah pengetahuan.
2. Bila dalam masyarakat timbul dorongan untuk memperbaiki diri sendiri serta tumbuh kesadaran akan perlunya informasi.
3. Adanya kepemimpinan yang mendorong penggunaan perpustakaan, tunjangan keuangan untuk menunjang perpustakaan serta minat budaya dan intelektual untuk menggunakan perpustakaan.
4. Adanya kemakmuran ekonomi yang memungkinkan perorangan maupun perusahaan menyumbang sebagian keuntungannya untuk perpustakaan.
5. Adanya pertumbuhan ekonomi, kekuatan nasional, dan status nasional yang mendorong penyebarluasan informasi serta penggunaan informasi yang bermanfaat.

D.  Sejarah Perpustakaan di Indonesia
Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih muda jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414 Menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman pendeta.
Pada sekitar tahun 695 M, menurut musafir I-tsing dari Cina, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa. Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian Sembilan parwa sari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian tersebut nyata bahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam Kresnayana. Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton.
Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman Majapahit dihasilkan dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma. Pada jaman ini dihasilkan pula karya-karya lain seperti Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Sorandaka, dan Sundayana. Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. Buku-buku tersebut adalah Pustaka Rajya-rajya & Bumi Nusantara (25 jilid), Pustaka Praratwan (10 jilid), Pustaka Nagarakretabhumi (12 jilid), Purwwaka Samatabhuwana (17 jilid), Naskah hukum (2 jilid), Usadha (15 jilid), Naskah Masasastra (42 jilid), Usana (24 jilid), Kidung (18 jilid), Pustaka prasasti (35 jilid), Serat Nitrasamaya pantara ning raja-raja (18 jilid), Carita sang Waliya (20 jilid), dan lainlain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Cirebon merupakan salah satu pusat perbukuan pada masanya. Seperti pada masa-masa sebelumnya buku-buku tersebut disimpan di istana.
Kedatangan bangsa Barat pada abad ke-16 membawa budaya tersendiri. Perpustakaan mulai didirikan mula-mula untuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka. Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa VOC (Vereenigde OostJurnal Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini Jakarta) yang dibangun sejak 1624. Namun karena beberapa kesulitan perpustakaan ini baru diresmikan pada 27 April 1643 dengan penunjukan pustakawan bernama Ds. (Dominus) Abraham Fierenius. Pada masa inilah perpustakaan tidak lagi diperuntukkan bagi keluarga kerajaan saja, namun mulai dinikmati oleh masyarakat umum. Perpustakaan meminjamkan buku untuk perawat rumah sakit Batavia, bahkan peminjaman buku diperluas sampai ke Semarang dan Juana (Jawa Tengah). Jadi pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan atau interlibrary loan).
Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Bersamaan dengan berdirinya lembaga tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW. Pendirian perpustakaan lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M. Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia yaitu pada tahun 1846 dengan judul Bibliotecae Artiumcientiaerumquae Batavia Florest Catalogue Systematicus hasil suntingan P. Bleeker. Edisi kedua terbit dalam bahasa Belanda pada tahun 1848. Perpustakaan ini aktif dalam pertukaran bahan perpustakaan. Penerbitan yang digunakan sebagai bahan pertukaran adalah Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschapn van Kunsten en Wetenschappen, Jaarboek serta Werken buiten de Serie. Karena prestasinya yang luar biasa dalam meningkatkan ilmu dan kebudayaan, maka namanya ditambah menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Nama ini kemudian berubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia pada tahun 1950.
Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional. Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Sesudah pembangunan BKGW, berdirilah perpustakaan khusus lainnya seiring dengan berdirinya berbagai lembaga penelitian maupun lembaga pemerintahan lainnya. Sebagai contoh pada tahun 1842 didirikan Bibliotheek’s Lands Plantentuin te Buitenzorg. Pada tahun 1911 namanya berubah menjadi Central Natuurwetenchap-pelijke Bibliotheek van het Departement van Lanbouw, Nijverheid en Handel. Nama ini kemudian berubah lagi menjadi Bibliotheca Bogoriensis. Tahun 1962 nama ini berubah lagi menjadi Pusat Perpustakaan Penelitian Teknik Pertanian, kemudian menjadi Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian. Perpustakaan ini berubah nama kembali menjadi perpustakaan ini bernama Perpustakaan Pusat Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Kini perpustakaan ini bernama Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Hasil-hasil Penelitian.
Setelah periode tanam paksa, pemerintah Hindia Belanda menjalankan politik etis untuk membalas ?utang? kepada rakyat Indonesia. Salah satu kegiatan politik etis adalah pembangunan sekolah rakyat. Dalam bidang perpustakaan sekolah, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Volksbibliotheek atau terjemahan dari perpustakaan rakyat, namun pengertiannya berbeda dengan pengertian perpustakaan umum. Volksbibliotheek artinya perpustakaan yang didirikan oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai Pustaka), sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada Volkschool. Volkschool artinya sekolah rakyat yang menerima tamatan sekolah rendah tingkat dua. Perpustakaan ini melayani murid dan guru serta menyediakan bahan bacaan bagi rakyat setempat. Murid tidak dipungut bayaran, sedangkan masyarakat umum dipungut bayaran untuk setiap buku yang dipinjamnya. Kalau pada tahun 1911 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Hindia Belanda mendirikan Indonesische Volksblibliotheken, maka pada tahun 1916 didirikan Nederlandsche Volksblibliotheken yang digabungkan dalam Holland-Inlandsche School (H.I.S). H.I.S. merupakan sejenis sekolah lanjutan dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Tujuan Nederlandsche Volksblibliotheken adalah untuk memenuhi keperluan bacaan para guru dan murid.
Di Batavia tercatat beberapa sekolah swasta, diantaranya sekolah milik Tiong Hoa, Hwe Koan, yang memiliki perpustakaan. Sekolah tersebut menerima bantuan buku dari Commercial Press (Shanghai) dan Chung Hua Book Co. (Shanghai). Sebenarnya sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan perpustakaan sekolah, pihak swasta terlebih dahulu mendirikan perpustakaan yang mirip dengan pengertian perpustakaan umum dewasa ini. Pada tahun awal tahun 1910 berdiri Openbare leeszalen. Istilah ini mungkin dapat diterjemahkan dengan istilah ruang baca umum. Openbare leeszalen ini didirikan oleh antara lain Loge der Vrijmetselaren, Theosofische Vereeniging, dan Maatschappij tot Nut van het Algemeen. Perkembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia dimulai pada awal tahun 1920an yaitu mengikuti berdirinya sekolah tinggi, misalnya seperti Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927) dan kemudian juga di Surabaya dengan STOVIA; Technische Hoogescholl di Bandung (1920), Fakultait van Landbouwwentenschap (er Wijsgebeerte Bitenzorg, 1941), Rechtshoogeschool di Batavia (1924), dan Fakulteit van Letterkunde di Batavia (1940).
Setiap sekolah tinggi atau fakultas itu mempunyai perpustakaan yang terpisah satu sama lain. Pada jaman Hindia Belanda juga berkembang sejenis perpustakaan komersial yang dikenal dengan nama Huurbibliotheek atau perpustakaan sewa. Perpustakaan sewa adalah perpustakaan yang meminjamkan buku kepada kepada pemakainya dengan memungut uang sewa. Pada saat itu tejadi persaingan antara Volksbibliotheek dengan Huurbibliotheek. Sungguhpun demikian dalam prakteknya terdapat perbedaan bahan bacaan yang disediakan. Volksbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan populer ilmiah, maka perpustakaan Huurbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan berupa roman dalam bahasa Belanda, Inggris, Perancis, buku remaja serta bacaan gadis remaja. Disamping penyewaan buku ter-dapat penyewaan naskah, misalnya penulis Muhammad Bakir pada tahun 1897 mengelola sebuah perpustakaan sewaan di Pecenongan, Jakarta. Jenis sewa Naskah juga dijumpai di Palembang dan Banjarmasin. Naskah disewakan pada umumnya dengan biaya tertentu dengan disertai permohonan kepada pembacanya supaya menangani naskah dengan baik.
Disamping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro mendirikan perpustakaan keraton sedangkan keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di tempat. Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan perpustakaan yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung penting diantaranya Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen. Selama pendudukan Jepang openbare leeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen maka koleksi perpustakaan ini dapat dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari Perpustakaan Nasional.
Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia. Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial Departemen P & K.
Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu usaha Jawatan Pendidikan Masyarakat melakukan usaha pemberantasan buta huruf tersebut. Pada periode ini juga lahir perpustakaan Negara yang berfungsi sebagaiperpustakaan umum dan didirikan di Ibukota Propinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (1954); Padang (1956); Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian Perpustakaan Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda (1964). Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas instansional oleh tiga instansi yaitu Biro Perpustakaan Departemen P & K yang membina secara teknis, Perwakilan Departemen P & K yang membina secara administratif, dan Pemerintah Daerah Tingkat Propinsi yang memberikan fasilitas.

E.  Pengertian Perpustakaan
Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga merupakan tempat penimpanan dan/atau akses ke map, cetak atau hasil seni lainnya , mikrofilm, mikrofiche, tape audio, CD,LP, tape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan internet.
Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia.Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer).
1.    Perpustakaan Menurut International Federation Of Library Associations And Instituions (Ifla)
Perpustakaan yaitu kumpulan bahan tercetak dan non cetak dan/atau sumber informasi dalam komputer yang disusun secara sistematis untuk kepentingan pemakai.
2.    Menurut Kamus Istilah Perpustakaan dan Dokumentasi yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Perpustakaan diartikan sebagai:
a.    Koleksi buku, majalah dan bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca, dipelajari, dan dibicarakan.
b.    Tempat, gedung atau ruangan yang disediakan untuk pemeliharaan dan pengunaan koleksi buku dan sebagainya.
Perpustakaan Menurut Para Ahli :
1.    Menurut Sulistyo-Basuki (1991:3)
Perpustakaan ialah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung.ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Dalam pengertian buku dan terbitan lainnya termasuk di dalamnya semua bahan cetak,buku, majalah, laporan, pamflet, prosiding, manuskrip (naskah), lembaran musik, berbagai karya musik, berbagai karya media audiovisual seperti filem, slid ( slide), kaset, piringan hitam, bentuk mikro seperti mikrofilm, mikrofis, dan mikroburam ( microopaque ). Webster menyatakan bahwa perpustakaan merupakan kumpulan buku, manuskrip, dan bahan pustaka lainnya yang digunakan untuk keperluan studi `atau bacaan, kenyamanan, atau kesenangan.
2.    Menurut Radom House dalam bukunya Dictionary of The English Language
Perpustakaan adalah suatu tempat, berupa sebuah ruangan atau gedung yangberisi buku dan bahan lain untuk bacaan, studi, ataupun rujukan
Menurut Ensiklopedia Britannica, bahwa sebuah perpustakaan adalah himpunan bahan – bahan tertulis atau tercetak yang diatur dan diorganisir untuk tujuan studi dan penelitian atau pembacaan umum atau kedua-duannya.
3.    Menurut Ny. Kusuma Sjahrial Pamuntjak (1972:1), menyatakan bahwa perpustakaan adalah kumpulan buku-buku yang tersedia dan dimaksudkan untuk dibaca.
4.    Menurut Reitz, menyatakan bahwa perpustakaan adalah koleksi atau sekumpulan koleksi buku atau bahan lainnya yang diorganisasikan dan dipelihara unutk penggunaan/keperluan membaca, konsultasi, belajar, meneliti, yang dikelola oleh pustakawan dan staf terlatih lainnya dalam rangka menyediakan layanan untuk memenuhi kebutuhan pengguna.
5.    Menurut Surat Edaran Bersama Mentri Pendidikan dan Kebudayan dan Badan Administrasi kepegawaian Negara Nomor 53649/MPK /1988 dan nomor 15 /SE/1988, menegaskan difinisi perpustakaan dalam nnya dangan jabatan fungsional pustakawan yaitu unit Perpustakaan adalah : satuan kerja perpustakaan yang sekurang-kurangnya mempunnyai 1.000 judul bahan pustaka, yang terdiri dari sekurang- kurangnya 2.500 eksemplar dan bentuk dengan keputusan pejabat yang berwenang.
6.    Menurut Perpustakaan Nasional RI (2005:4), menyatakan bahwa perpustakaan adalah unit kerja yang memiliki sumber daya manusia sekurang-kurangnya seorang pustakawan, ruangan/ tempat khusus, dan koleksi bahan pustakaan sekurang-kurangnya seribu judul dari berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan jenis dan misi perpustakaan yang bersangkutan serta dikelola menurut sistem tertentu untuk kepentingan masyarakat penggunanya.
7.    Dalam UURI No. 20 tahun 2003 tentang SisDikNas masalah perpustakaan hanya samar-samar. Pada bab 1 pasal 1 ayat 23 disebutkan bahwa"Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga pendidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana " Namun Dalam UU No. 2 tahun 1989 pasal 35 menyebutkan jelas setiap sekolah atau satuan pendidikan harus mempunyai atau menyediakan sumber belajar. Oleh sebab itu di sekolah nasional plus Smart EI, perpustakaan sangatlah penting baik bagi siswa maupun bagi guru.Dalam skala umum fungsi dari perpustakaan ada 6 yaitu:Fungsi Informasi, Fungsi Pendidikan, Fungsi Kebudayaan, Fungsi Rekreasi, Fungsi Penelitian, Fungsi Deposit Kebudayaan, Fungsi Rekreasi, Fungsi Penelitian, Fungsi Deposit.
8.    Perpustakaan Menurut UU NO 43. THN. 2007
Pasal 1: Perpustakaan adalah  institusi pengelola koleksi karya  tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam  secara  profesional  dengan  sistem  yang  baku  guna  memenuhi  kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.












BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
perpustakaan pada awal  mulanya tidak lain berupa kumpulan catatan transaksi niaga. Dengan kata lain,  perpustakaan purba tidak lain merupakan sebuah kemudahan untuk  menyimpan catatan niaga. Karena kegiatan perpustakaan purba tidak lain menyimpan kegiatan niaga maka ada kemungkinan bahwa perpustakaan dan arsip semula bersumber pada kegiatan yang sama untuk kemudian terpisah
Secara umum perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga merupakan tempat penimpanan dan/atau akses ke map, cetak atau hasil seni lainnya , mikrofilm, mikrofiche, tape audio, CD,LP, tape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan internet.











REFERENSI

Hasugian, Joner. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. (Bandung: USU Press, 2008).
Supriyanto, Wahyu. Teknologi Informasi Perpustakaan. (Yogyakarta: Kanisius, 2008).
Darmono. Perpustakaan Sekolah. (Jakarta: Grasindo 2006).

2 comments: