Sunday 12 May 2013

Hukum Karikatur

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Koran-koran Denmark mencetak kembali salah satu karikatur Nabi Muhammad yang menyulut tindak kekerasan di dunia Muslim. Mereka mengatakan, mereka ingin menunjukkan komitmen mereka terhadap kebebasan berbicara setelah dugaan komplotan untuk membunuh salah seorang kartunis yang membuat karikatur Nabi Muhammad. Tiga tersangka ditahan di Denmark hari Selasa "untuk mencegah pembunuhan terkait dengan terorisme," kata para pejabat.
Kartun Nabi itu semula diterbitkan oleh Jyllands-Posten pada bulan September 2005. Kedutaan-kedutaan besar Denmark di sejumlah negara diserang dan puluhan orang meninggal dunia dalam berbagai aksi kerusuhan menyusul penerbitan kartun tersebut.
Sebagai negara Muslim terbesar, RI sangat berkeberatan dengan karikatur yang menggambarkan Nabi Muhamad sebagai gembong teroris yang ditampilkan media cetak di Eropa. Pemerintah pun telah melayangkan protes kerasnya. "Tentu sebagai umat Islam kita keberatan, dan saya sudah nyatakan itu pada Pemerintah Denmark melalui kedutaannya bahwa kita keberatan seperti itu," kata Wapres Jusuf Kalla di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2006).
Atas keberatan RI, Dubes Denmark menjelaskan bahwa negaranya juga menganut sistem pers bebas seperti halnya Indonesia. Pemerintah Denmark sama sekali tidak bisa bertanggung jawab secara langsung atas apa saja yang ditanyangkan oleh media massa cetak dan elektronik yang terbit di sana.

DPR ikut gerah dengan pemuatan gambar karikatur Nabi Muhammad yang menyinggung umat Islam. Wakil Ketua DPR Zaenal Ma'arif meminta pemerintah memutuskan hubungan sementara dengan Denmark. "Untuk sementara pemerintah harus bersikap tegas pada Denmark. Kalau tidak, kita tidak akan dianggap terus," kata Zaenal kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (3/2/2006). Protes keras yang berupa pemutusan hubungan harus dilakukan karena warga Indonesia mayoritas muslim. Zaenal minta negara-negara barat terutama Denmark menghargai keyakinan umat Islam. "Meskipun penerbitan itu didasarkan pada kebebasan berekspresi, Barat harus menghormati umat Islam," kata Zaenal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.  Sejarah dan motif pembuatan karikatur
2.  Hukum karikatur dalam Islam
3.  Doktrin agama tentang menggambar sesuatu yang menyerupai makhluk hidup

















BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan motif pembuatan karikatur
Karikatur adalah gambar yang menampilkan kembali suatu objek konkret dengan cara melebih-lebihkan ciri khas objek tersebut. Kata karikatur berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebih-lebihkan. Karikatur selalu digambarkan untuk menimbulkan kelucuan, walaupun kadang kala agak sinis. Karikatur dapat juga digunakan untuk menonjolkan watak orang yang digambarkannya. Golongan yang sering menjadi objek karikatur adalah orang-orang terkenal seperti politisi dan artis. Orang yang membuat karikatur disebut sebagai karikaturis.
Karikatur dibedakan dari kartun karena karikatur tidak membentuk cerita sebagaimana kartun. Namun demikian, kartun dapat mengandung karikatur, misalnya dalam kartun editorial. Karikatur dalam kartun semacam itu hanya merupakan elemen yang digunakan untuk memperjelas pesan yang disampaikan.
Walaupun gambar satire—seperti gambar hewan yang bertingkah laku seperti manusia—sudah ditemukan setidaknya sejak zaman Mesir Kuno, popularitas seni karikatur berasal dari Italia abad Renaisans. Pada mulanya, karikatur dibuat sebagai lelucon iseng oleh para seniman di studio, seperti Leonardo da Vinci dan Carracci bersaudara—Agostino dan Annibale serta Lodovico sepupu mereka, untuk menghibur dirinya sendiri atau kawan-kawannya dengan menggambar patron ataupun subjek lukisannya secara berlebihan. Carracci bersaudara diyakini sebagai seniman-seniman pertama yang terkenal akan karikatur mereka, dan Annibale diyakini sebagai orang pertama yang menggunakan istilah ritrattini carichi (potret yang dilebih-lebihkan). Selanjutnya, Pier Leone Ghezzi menekuni seni ini dan membangun kariernya dengan lebih dari 2.000 karya karikatur orang kebanyakan maupun tokoh terkenal. Karikatur-karikatur tersebut tidak dipublikasikan ataupun disebarluaskan, namun menjadi hiburan di kalangan elite. Setelah menyebar di Italia pada abad ke-16, karikatur sebagai langgam visual baru menyebar ke pers popular Eropa lebih dari seabad kemudian.
Seusai Perang Dunia I, popularitas karikatur berkembang secara dramatis di Amerika Serikat seiring dengan perkembangan film, fotografi, dan majalah yang membuat wajah para pesohor dari bintang film sampai atlet dan politisi dengan mudah dikenali oleh umum. Karikatur teatrikal menjadi genre tersendiri dalam seni populer masa tersebut, dimulai oleh Al Frueh yang menerbitkan Stage Folk, kumpulan karikaturnya yang bergaya Art Deco, pada tahun 1922. Pada tahun yang sama, Ralph Barton juga terkenal sebagai karikaturis teatrikal setelah menghiasi tirai teater pada salah satu pertunjukan di Broadway dengan 139 karikatur bintang teater, kritikus drama, dan orang-orang ternama dari masyarakat kelas atas New York. Miguel Covarrubias, yang berasal dari Meksiko, menyusul dengan karyanya di berbagai surat kabar dan majalah serta buku kumpulan karikatur pertamanya yang terbit pada tahun 1925, The Prince of Wales and Other Famous Americans. Alex Gard yang berimigrasi dari Rusia juga mengkhususkan diri menggambar tokoh-tokoh teater, terutama lebih dari 700 karyanya yang terpampang di dinding restoran "Sardi's" di New York yang digambar dengan imbalan makan gratis di restoran tersebut sejak tahun 1927 hingga kematiannya tahun 1948. Namun demikian, Al Hirschfeld adalah seniman yang dianggap sebagai tetua semua karikaturis teatrikal.
 Karikatur teatrikal Hirschfeld mulai dimuat di sejumlah surat kabar di New York setelah karikatur aktor Prancis Sacha Guitry karyanya, yang semula ia gambar pada salah satu pertunjukan teater Guitry dan membuat seorang wartawan terkesan hingga menyarankan Hirschfeld untuk menjualnya, dimuat di halaman depan surat kabar New York Herald Tribune pada tahun 1926. Akan tetapi, gaya khas karikatur kaligrafis linear Hirschfeld baru berkembang setelah ia mengunjungi Bali pada tahun 1932 atas undangan Covarrubias. Ia mengaku terkesan dengan wayang kulit Jawa dan dipengaruhi oleh gaya seniman ukiyo-e Jepang seperti Harunobu, Utamaro, dan Hokusai, maupun oleh Covarrubias. Sepanjang kariernya, ia membuat karikatur hampir semua tokoh penting teater Amerika Serikat, dan orang yang sudah dibuat karikaturnya oleh Hirschfeld menjadi dianggap tokoh sukses. Karyanya tampil pada hampir semua terbitan ternama selama sembilan dekade, termasuk hampir tujuh puluh lima tahun pada harian The New York Times, serta banyak poster, buku, dan sampul rekaman, hingga kematiannya pada tahun 2003.

B. Doktrin agama tentang menggambar sesuatu yang menyerupai makhluk hidup
Pada dasarnya para ‘ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk bernyawa adalah haram. Banyak riwayat yang menuturkan tentang larangan menggambar makhluk bernyawa, baik binatang maupun manusia. Sedangkan hukum menggambar makhluk yang tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan adalah mubah.
Berikut ini akan kami ketengahkan riwayat-riwayat yang melarang kaum muslim menggambar makhluk bernyawa.
Dengan mendasarkan pada sabda Rasulullah saw:
ﻻ ﺗﺩ ﺧﻝ ﺍﻟﻤﻼ ﯨﻜﺔ ﺑﻴﺘﺎ ﻓﻴﻪ ﺻﻭﺭﺓ ﻭﻻ ﻛﻠﺏ ﻭﻻ ﺟﻨﺏ
Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar, anjing, atau terdapat orang junub.”
Lebih keras lagi, Nabi mengutuk perbuatan tashaawir, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
ﺇ ﻥ ﺍ ﺷﺩ ﺍﻠﻨﺎﺱ ﻋﺫ ﺍﺑﺎ ﻋﻨﺩ ﺍﷲ ﻳﻭ ﻡ ﺍﻠﻘﻴﺎ ﻣﺔ ﺍﻠﻤﺼﻭ ﺭﻭﻥ
“Sesungguhnya yang paling pedih disiksa Allah SWT besok di akhirat adalah mereka yang suka menggambar.”[1](HR. Al-Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)
Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda,
ﻣﻦ ﺻﻮﺭﺻﻮﺭﺓ ﻋﺬ ﺏ ﻓﻴﻪ ﺣﺘﻲ ﻳﻨﻔﺦ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻨﺎ ﻓﺦ ﻣﻨﻬﺎ
Barangsiapa membuat gambar,ia akan disiksa sampai ia bisa meniupkan ruh (menghidupkan) gambar tadi. Padahal, ia jelas-jelas tidak bisa menghidupkannya.’” [HR. Bukhari].
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang bernyawa.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki datang kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” [HR. Muslim].
Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah diantara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw.’” [HR. Ahmad dengan isnad hasan].
Jika gambarnya hanya berupa sebagian tubuh. Ini juga terbagi dua:
1. Yang tidak ada adalah kepalanya. Hukumnya adalah boleh karena dia tidak lagi dianggap gambar makhluk bernyawa. Ini adalah pendapat seluruh ulama kecuali Al-Qurthubi dari mazhab Al-Maliki dan Al-Mutawalli dari mazhab Asy-Syafi’i, dan keduanya terbantahkan dengan ijma’ ulama yang sudah ada sebelum keduanya.
2. Yang tidak ada adalah selain kepalanya, dan ini juga ada dua bentuk:
a)  Jika yang tidak ada itu tidaklah membuat manusia mati, misalnya gambarnya seluruh tubuh kecuali kedua tangan dan kaki. Karena manusia yang tidak mempunyai tangan dan kaki tetap masih bisa hidup. Hukum bentuk seperti ini sama seperti hukum gambar satu tubuh penuh yaitu tetap dilarang.
b)  Jika yang tidak ada itu membuat manusia mati, misalnya gambar setengah badan. Karena manusia yang terbelah hingga dadanya tidak akan bisa bertahan hidup. Maka gambar seperti ini boleh karena diikutkan hukumnya kepada gambar makhluk yang tidak bernyawa. Ini merupakan mazhab Imam Empat.
Yang 2 dimensi. Yang dua dimensi terbagi lagi menjadi 2:
Pertama: Yang dibuat dengan tangan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung seperti menggambar melalui komputer tapi tetap dengan tangan (misalnya dengan memegang mouse) . Ini terbagi juga menjadi dua:
1.  Gambarnya tidak bergerak, maka ini juga ada dua bentuk:
   Gambar satu tubuh penuh. Ada dua pendapat besar di kalangan ulama mengenai hukumnya:
a.  Haram secara mutlak. Ini adalah riwayat yang paling shahih dari Imam Ahmad, salah satu dari dua sisi dalam mazhab Abu Hanifah, dan sisi yang paling shahih dalam mazhab Asy-Syafi’i.
b.  Haram kecuali yang dibuat untuk direndahkan dan dihinakan atau yang dijadikan mainan anak. Ini adalah sisi yang lain dalam mazhab Hanabilah dan Asy-Syafi’iyah, sisi yang paling shahih dalam mazhab Abu Hanifah, dan yang baku dalam mazhab Malik.
Sedangkan proses mendapatkan gambar-gambar yang diperoleh dari proses bukan “menggambar”, misalnya dengan cara sablon, cetak, maupun fotografi, printing dan lain sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan. Sebab, fakta “menggambar dengan tangan secara langsung” dengan media tangan, kuas, mouse dan sebagainya (aktivitas yang haram), berbeda dengan fakta mencetak maupun fotografi. Oleh karena itu, mencetak maupun fotografi bukan tashwir, sehingga tidak berlaku hukum tashwir. Atas dasar itu stiker bergambar manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun printing tidak terkena larangan hadits-hadits di atas.
Jika gambar dengan tangan ini bergerak, atau yang kita kenal dengan kartun. Yaitu dimana seseorang menggambar beberapa gambar yang hampir mirip, lalu gambar-gambar ini ditampilkan secara cepat sehingga seakan-akan dia bergerak. Hukumnya sama seperti gambar yang tidak bergerak di atas, karena hakikatnya dia tidak bergerak akan tetapi dia hanya seakan-akan bergerak di mata orang yang melihatnya.
Kedua: Yang dibuat dengan alat, baik gambarnya tidak bergerak seperti foto maupun bergerak seperti yang ada di televisi.
Ini termasuk masalah kontemporer karena yang seperti ini belum ada bentuknya di zaman para ulama salaf. Gambar dengan kamera dan semacamnya ini baru muncul pada tahun 1839 M yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang berkebangsaan Inggris yang bernama William Henry Fox.
Ada dua pendapat di kalangan ulama belakangan berkenaan dengan hal ini:
Pendapat pertama: Diharamkan kecuali yang dibutuhkan dalam keadaan terpaksa, seperti foto pada KTP, SIM, Paspor, dan semacamnya. Ini adalah pendapat masyaikh: Muhammad bin Ibrahim, Abdul Aziz bin Baaz, Abdurrazzaq Afifi, Al-Albani, Muqbil bin Hady, Ahmad An-Najmi, Rabi’ bin Hadi, Saleh Al-Fauzan, dan selainnya rahimahumullah. Para ulama ini berdalil dengan 5 dalil akan tetapi semuanya tidak jelas menunjukkan haramnya gambar dengan alat ini.
Pendapat kedua: Boleh karena yang dibuat dengan alat bukanlah merupakan gambar hakiki, karenanya dia tidak termasuk ke dalam dalil-dalil yang mengharamkan gambar. Ini adalah pendapat masyaikh: Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin, Abdul Aziz bin Abdillah Alu Asy-Syaikh, Abdul Muhsin Al-Abbad, dan selainnya rahimahumullah. Para ulama ini berdalil dengan 3 dalil akan tetapi hakikatnya hanya kembali kepada 1 dalil yaitu bahwa gambar dengan alat bukanlah gambar hakiki.
Gambar Untuk Anak Kecil
Adapun menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya adalah mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata,
كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي
“Aku pernah bermain dengan (boneka) anak-anak perempuan di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan aku mempunyai teman-teman yang biasa bermain denganku. Apabila Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam masuk, mereka bersembunyi dari beliau. Sehingga beliau memanggil mereka supaya bermain bersamaku.” (HR. Al-Bukhari no. 5665 dan Muslim no. 4470)
Dari ‘Aisyah dituturkan bahwa, Rasulullah Saw datang kepadanya sepulang beliau dari perang Tabuk atau Khaibar, sedangkan di rak ‘Aisyah terdapat tirai. Lalu bertiuplah angin yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah mainan boneka anak-anakannya ‘Aisyah. Beliau berkata, “Apa ini wahai ‘Aisyah?” ‘Aisyah menjawab, “Ini adalah anak-anakanku” Beliau melihat diantara anak-anakanku itu sebuah kuda-kudaan kayu yang mempunyai dua sayap. Beliau berkata, “Apakah ini yang aku lihat ada di tengah-tengahnya?” ‘Aisyah menjawab, “Kuda-kudaan.” Beliau bertanya, “Apa yang ada pada kuda-kuda ini?” ‘Airyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau berkata, “Kuda mempunyai dua sayap?” ‘Aisyah berkata, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Sulaiman mempunyai kuda yang bersayap banyak?” ‘Aisyah berkata, “Maka tertawalah Rasulullah Saw sampai kelihatan gigi-gigi taring beliau.” [HR. Abu Dawud dan Nasa’i].
Riwayat-riwayat ini menyatakan dengan jelas, bahwa boneka baik yang terbuat dari kayu maupun benda-benda yang lain boleh diperuntukkan untuk anak-anak. Dari sini kita bisa memahami bahwa membuat boneka manusia, maupun binatang yang diperuntukkan bagi anak-anak bukanlah sesuatu yang terlarang. Demikian juga membuat gambar yang diperuntukkan bagi anak-anak juga bukan sesuatu yang diharamkan oleh syara’. Ibnu Hazm berkata, “Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah). Wallahu A’lam bi al-Shawab.[2]
Perbedaan pendapat mengenai mainan anak 3 dimensi yang dinukil dari para ulama salaf hanya berkenaan dengan mainan yang dibuat dari benang wol, kain, dan semacamnya. Adapun mainan yang terbuat dari plastik -seperti pada zaman ini-, maka para ulama belakangan juga berbeda pendapat tentangnya:
1.  Diharamkan. Yang dikenal berpendapat dengan pendapat ini adalah Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah.
2. Boleh, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama di zaman ini, dan inilah insya Allah pendapat yang lebih tepat.
Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Juhaifah yang mengatakan,
لَعَنَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَ لَعَنَ مُصَوِّرَ
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan (nafkah) dari hasil riba, dan orang yang suka melukis.” (HR. Bukhari).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ  المُصَوِّرُونَ
Sesungguhnya manusia yang siksanya sangat dahsyat pada hari kiamat adalah para pelukis.” (HR. Bukhari, Muslim).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ أَصْحَبَ هَذِهِ الصُّوَارِ يُعَذِّبُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
Sesungguhnya yang menggambar lukisan ini kelak akan diadzab pada hari kiamat dan dikatakan kepadanya: “Hidupkanlah gambar-gambar yang telah engkau ciptakan ini.” (HR. Bukhari).
Di samping hadits-hadits tersebut, masih banyak hadits yang lain yang menunjukkan tentang haramnya menggambar. Dalam hal gambar ini tidak ada perkecualian (semua bentuk gambar haram), kecuali dalam keadaan darurat. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَّاحَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلاَّ مَااضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang kamu terpaksa memakannya.” (QS. al-An’am: 119).
Mereka berdalil dengan hadits Aisyah radhiallahu anha berkata: Rasulullah masuk ke rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya terdapat gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah (marah) lalu menarik menarik tirai tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupai penciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 5525 dan ini adalah lafazhnya)
Dalam riwayat Muslim:

أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ
“Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”
Maka hadits ini dan yang semisalnya menunjukkan bahwa selama gambar tersebut tidak dipasang dan tidak juga digantung maka dia sudah dikatakan ‘mumtahanah’ (direndahkan/dihinakan).









BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gambar yang dilarang dalam hukum Islam adalah gambar yang menyerupai makhluk hidup ciptaan Allah, seperti: manusia, binatang, dalam bentuk gambar ataupun patung.
Dalam hukum Islam, boleh menggambar, seperti:
1. Yang tumbuh seperti tanaman.
2.  Benda mati. Yang ini terbagi:
a) Yang bisa dibuat oleh manusia.
b) Yang hanya bisa dicipta oleh Allah seperti matahari
     Hukum gambar yang tidak mempunyai roh dengan semua bentuknya di atas adalah boleh berdasarkan dalil-dalil yang telah kami sebutkan di sini. Karenanya para ulama sepakat akan bolehnya menggambar makhluk yang tidak bernyawa.

B. Saran-saran
Saya mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia menolong kaum muslimin untuk berpegang teguh dengan syariat-Nya dan mengikuti sunnah Nabi-Nya, serta menjauhi segala sesuatu yang bertentangan dengannya. Sesungguhnya Dia adalah Dzat yang paling pantas untuk diminta.


[1] Abu Yasid, Fiqh Realitas, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), cet. I, hal. 262
[2] www.konsultasi-islam.com, diunduh tanggal 12 Maret 2012

No comments:

Post a Comment