Monday 11 November 2013

Tanpa sebab yang jelas


Tas sudah kugendong dan HP udah kusaku, helmpun sudah terpakai serta motor sudah siap untuk mengantarkanku ke tempat tujuanku siang ini. “Turutututt”, bunyi sms dari hpku terdengar, memaksaku untuk menghentikan langkahku menuju tempat parkir motor. Pikirku “sms dari siapa ini, apa dari bapakku”. Sore ini memang aku ada janji ke tempat kerja bapakku. “Eh ternyata dari bunda”. Alangkah senang hatiku sms yang kunantikan dari kemaren sore akhirnya dibalas juga. Tapi tak seperti yang diharapkan. Sontak kaget aku membaca sms balesan darinya. Tubuhku serasa lemas gemetaran, langkahku pun sempoyongan meletakkan helm, kembali ke kamar dan tergeletak di kasur.

Tanpa pikir panjang aku langsung menelepon bunda. Mesti ada ketakutan kalau telponku g’diangkatnya seperti telpon-telpon sebelumnya namun aku beranikan diri untuk mencoba. Kali ini berbeda, ia mau mengangkat telponku. Dengan kalimat yang terbata-bata dan nada yang lirih kumulai percakapan kami dengan mengucap salam. Dia menjawabnya dengan nada yang tenang dan santai. Sontak aku langsung mempertanyakan maksud smsnya kalau dia belum bisa untuk berbaikan lagi denganku. Aku tak bisa menerima keadaan ini, aku kembali mencoba mengajaknya untuk rukun dan baikan lagi. Tapi meski sudah kucoba dan memohon-mohon ia bersikeras belum bisa untuk berkomitmen lagi.

Lama kami berdebat, mengklarifikasi apa yang sebenarnya terjadi minggu kemaren, minggu yang membuat kami lost contact. Setelah semua jelas aku tetap bersikeras untuk memintanya rujuk kembali, namun ia tetap saja belum bisa. Memang salahku, yang serta merta tanpa memperhatikan situasi dan kondisi, aku membuat keputusan yang kini sangat kusesali. Setelah kusakiti dia, dan dia sudah bisa untuk bangkit lagi, kini kuminta dia untuk kembali menerimaku lagi. Siapa yang mau jatuh untuk kedua kalinya, bahkan untuk kesekian kalinya. Aku tetap tidak menyerah dan kuajak dia baikan lagi. Kucoba membuka kembali memori indah kami saat bersama. Namun itu saja belum cukup, sama sekali ia tak bergeming hatinya. Dia malah menyuruhku untuk berfikir lagi tentang kami kedepan. Sudah kepalang sangat mencintainya itu yang aku rasakan, aku tak bisa hidup tanpanya. 

Aku tak bisa melepaskannya begitu saja. Namun meski kutahan ia buru-buru mengakhiri percakapan kami dengan alasan sudah janjian pergi ke sekolah untuk mengambil nilai PPLnya kemaren.
Aku terdiam di dalam kamar dan membatalkan segala aktifitas yang telah kususun hari ini. Hanya merenung, berfikir dan mencari-cari akal bagaimana aku bisa kembali mengajak bunda rukun lagi. Aku takkan pernah menyerah.

No comments:

Post a Comment